Staf Advokasi YLBHI Edy Kurniawan mengatakan pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). Hal tersebut merujuk pada Pasal 9 huruf (d) Undang-Undang Pengadilan HAM. Karena itu, Edy yang juga mewakili Solidaritas Nasional untuk Rempang, menyimpulkan bahwa telah terjadi dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa kekerasan di Rempang pada 7 September 2023.
"Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa apalagi disertai dengan pengurangan/pembatasan hak dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan layanan publik merupakan kategori pelanggaran HAM yang berat yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan," jelas Edy Kurniawan dalam konferensi pers, Minggu (17/9/2023).
Edy mencontohkan bentuk pengurangan pelayanan publik yaitu pendudukan kantor kecamatan di Rempang oleh Polri dan TNI yang berdampak pada berkurangnya atau pembatasan pelayanan publik. Selain itu, kata Edy, hasil penelusuran lapangan juga menemukan praktik penyalahgunaan kekuasaan melalui kebijakan otoriter. Beberapa di antaranya ditandai dengan lemahnya pengawasan dari legislatif dan tindakan militerisme.
"Kita saksikan pengerahan polisi dan tentara secara berlebihan, dan kemudian ada penghilangan hak-hak individu atas nama kebijakan negara," tambahnya.
Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rozy Brilian menambahkan pihaknya menemukan 20 orang yang menjadi korban dalam peristiwa 7 September 2023. Sebelas korban di antaranya berasal sekolah menengah dengan rincian 10 murid dan 1 guru. KontraS juga menemukan korban luka akibat peluru karet sehingga harus mendapatkan 12 jahitan dan perawatan khusus.
"Pada saat itu Polri menyampaikan bahwa tidak ada korban jiwa pada peristiwa Rempang. Kami coba telusuri fakta, ada data korban dan kami dapatkan 20 korban," ujar Rozy.
Rozy juga membantah klaim Polri yang menyatakan penggunaan gas air mata sesuai prosedur dan tak perlu ada evaluasi. Di lapangan, Solidaritas Nasional untuk Rempang menemukan gas air mata ditembakkan secara serampangan. Salah satunya ditembakkan ke arah SMPN 22 Batam.
Di lain kesempatan, Komisioner Komnas HAM Saurlin Siagian Saurlin menambahkan Komnas HAM telah mengirimkan tim ke Rempang untuk memantau konflik antara warga Rempang dengan aparat keamanan terkait Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City. Kata dia, hasil pemantauan akan dijadikan bahan rekomendasi yang akan disampaikan Komnas HAM kepada pihak-pihak terkait. Ia mengatakan belum dapat menyampaikan hasil temuan tim di lapangan, karena khawatir akan mengganggu kerja tim jika disampaikan secara tidak utuh.
"Kita menghormati proses pemantauan yang sedang dilakukan teman-teman di sana. Kalau saya menyampaikan sesuatu justru akan menggangu, biarkan mereka mengumpulkan data dan informasi, investigasi dan lain sebagainya," ujar Saurlin di Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Saurlin Siagian menyarankan pemerintah untuk mengedepankan dialog dengan warga demi menyelesaikan konflik lahan di Rempang, Batam. Ia berpendapat pemerintah tidak perlu mengerahkan pasukan atau aparat ke Rempang karena pengiriman pasukan tersebut dapat membuat eskalasi persoalan di sana menjadi semakin meningkat.
Menteri Investasi: Hak Warga Rempang Dipenuhi, Investasi Jalan Terus
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kembali menegaskan pentingnya memenuhi hak-hak masyarakat Rempang terkait dengan pemindahan warga ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau. Ia juga mengingatkan agar penanganan protes warga Rempang yang menolak pemindahan tidak menggunakan kekerasan.
“Proses penanganan rempang harus dilakukan dengan cara-cara yang soft, yang baik. Dan tetap kita memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah secara turun-temurun berada di sana. Kita harus berkomunikasi dengan baik, sebagaimana layaknya. Kita ini sama-sama orang kampung. Jadi kita harus bicarakan,” ujar Bahlil melalui keterangan tertulis yang diterima VOA, Senin (18/9/2023).
Terkait dengan penyiapan lahan pergeseran pemukiman warga, Bahlil menyatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan hunian baru untuk 700 keluarga yang terdampak pengembangan investasi di tahap pertama. Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu enam sampai tujuh bulan. Sementara menunggu waktu konstruksi, warga akan diberikan fasilitas berupa uang dan tempat tinggal sementara.
“Pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter persegi per Kepala Keluarga. Kedua adalah rumah dengan tipe 45 yang nilainya kurang lebih sekitar Rp120 juta. Dan Ketiga adalah uang tunggu transisi sampai dengan rumahnya jadi, per orang sebesar Rp1,2 juta dan biaya sewa rumah Rp1,2 juta," tambahnya.
Turut menambahkan, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto mengatakan akan langsung diberikan sertifikat hak milik (SHM) untuk tempat tinggal warga yang mengalami pergeseran dari 16 titik Kampung Tua Pulau Rempang.
“ATR/BPN ingin langsung menyerahkan sertifikat. Jadi ketika sudah ditentukan di 16 titik, kita ingin menyerahkan sertifikat, sambil melakukan proses pembangunan dan diawasi oleh pemilik. Kami juga sudah sampaikan bahwa sertifikat itu agar disamakan dengan sertifikat 37 kampung tua yang sudah diserahkan, itu adalah dengan status SHM yang tidak boleh dijual, harus dimiliki oleh masyarakat yang terdampak tersebut,” ucap Hadi dikutip dari rilis.
Your browser doesn’t support HTML5
Minggu (17/9) Menteri Investasi Bahli mengadakan Rapat Koordinasi Percepatan Pengembangan Investasi Ramah Lingkungan di Kawasan Pulau Rempang bersama sejumlah kementerian lembaga. Antara lain Menteri Agraria, Menteri Dalam Negeri, Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Wakil Jaksa Agung, Gubernur Kepulauan Riau, Wali Kota Batam, dan pejabat daerah yang tergabung dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Kepulauan Riau dan Kota Batam.
Koordinasi ini dilakukan menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan masalah di Rempang. Pulau Rempang dengan luas mencapai 17.000 hektare akan direvitalisasi menjadi sebuah kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi. [sm/ab]