Solo menggelar festival teh internasional (Solo International Tea Festival) yang diikuti delapan negara di Balaikota Solo hari Sabtu (13/10).
Solo menjadi tuan rumah Festival Teh tingkat Internasional atau Solo International Tea Festival. Festival yang diikuti delegasi delapan negara ini mengusung tema menyelamatkan budaya minum teh, menyelamatkan petani dan industri teh.
Sekitar 26 stand berbagai industri teh di Indonesia maupun sejumlah negara lain memamerkan produk tehnya di Balaikota Solo, Sabtu siang (13/10). Ada teh Malaysia, Teh Jawa, Teh Jepang, dan berbagai produk teh lainnya. Para penjaga stand memamerkan kepiawaiannya meracik teh yang disajikan untuk para pengunjung secara gratis.
Ketua Penyelenggara Festival Teh, Arys Buntoro, mengatakan Festival ini menjadi ajang kampanye menggalakkan kembali budaya minum teh yang selama ini tergeser dengan minuman bersoda atau softdrink. Solo dianggap menjadi lokasi yang tepat sebagai etalase Indonesia melestarikan budaya minum teh.
“Sekarang ini budaya minum teh di tingkat anak-anak muda semakin turun, karena mereka justru menyukai softdrink. Padahal sudah jelas, teh itu sangat bermanfaat bagi kesehatan bila dibandingkan dengan softdrink," kata Arys Buntoro. "Di masa mendatang, anak-anak muda ini tidak terbiasa minum teh dan lebih memilih minum softdrink yang berbahaya bagi kesehatan juga berbahaya bagi industri teh dan para petani teh,” lanjutnya.
Ketua Dewan Teh Indonesia, Rachmad Badruddin, menyatakan lahan perkebunan teh di Indonesia terus mengalami penyusutan. Rachmad menyebutkan sekitar tiga ribu hektar lahan perkebunan teh beralih menjadi perkebunan sawit.
”Indonesia tiga tahun yang lalu termasuk lima besar, tapi sekarang turun menjadi peringkat ke-7 untuk kategori produsen teh di dunia, karena disalip oleh Vietnam dan Turki," jelas Rachmad Badruddin. "Sekitar tiga ribu hektar per tahun atau selama 10 tahun ini, ada 30 ribu hektar lahan perkebunan teh diganti atau alih fungsi menjadi perkebunan sawit, karet, dan sebagainya, sehingga produksi teh secara nasional menurun," lanjutnya.
Menurut Rachmad Baddruddin, Dewan Teh Indonesia tengah berupaya melakukan langkah antisipasi dengan membuat program GPATN, Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional dengan jangka waktu lima tahun berupa model pemberdayaan dan pembinaan perkebunan teh yang dikelola rakyat.
Dewan Teh Indonesia juga merilis tingkat konsumsi teh di Indonesia masih sangat minim yaitu 350 gram per kapita per tahun. Angka ini jauh lebih rendah dibanding Srilanka tingkat konsumsi teh mencapai satu kilogram, Kenya dua kilogram, dan India hingga 750 kilogram per kapita per tahun.
Festival Teh Tingkat Internasional yang digelar di Solo ini berlangsung selama tiga hari dengan berbagai macam kegiatan antara lain pameran produk teh dan seni meracik teh, lomba kuliner dari bahan baku teh, ritual tradisi petani di perkebunan teh, dan sebagainya.
Sekitar 26 stand berbagai industri teh di Indonesia maupun sejumlah negara lain memamerkan produk tehnya di Balaikota Solo, Sabtu siang (13/10). Ada teh Malaysia, Teh Jawa, Teh Jepang, dan berbagai produk teh lainnya. Para penjaga stand memamerkan kepiawaiannya meracik teh yang disajikan untuk para pengunjung secara gratis.
Ketua Penyelenggara Festival Teh, Arys Buntoro, mengatakan Festival ini menjadi ajang kampanye menggalakkan kembali budaya minum teh yang selama ini tergeser dengan minuman bersoda atau softdrink. Solo dianggap menjadi lokasi yang tepat sebagai etalase Indonesia melestarikan budaya minum teh.
“Sekarang ini budaya minum teh di tingkat anak-anak muda semakin turun, karena mereka justru menyukai softdrink. Padahal sudah jelas, teh itu sangat bermanfaat bagi kesehatan bila dibandingkan dengan softdrink," kata Arys Buntoro. "Di masa mendatang, anak-anak muda ini tidak terbiasa minum teh dan lebih memilih minum softdrink yang berbahaya bagi kesehatan juga berbahaya bagi industri teh dan para petani teh,” lanjutnya.
Ketua Dewan Teh Indonesia, Rachmad Badruddin, menyatakan lahan perkebunan teh di Indonesia terus mengalami penyusutan. Rachmad menyebutkan sekitar tiga ribu hektar lahan perkebunan teh beralih menjadi perkebunan sawit.
”Indonesia tiga tahun yang lalu termasuk lima besar, tapi sekarang turun menjadi peringkat ke-7 untuk kategori produsen teh di dunia, karena disalip oleh Vietnam dan Turki," jelas Rachmad Badruddin. "Sekitar tiga ribu hektar per tahun atau selama 10 tahun ini, ada 30 ribu hektar lahan perkebunan teh diganti atau alih fungsi menjadi perkebunan sawit, karet, dan sebagainya, sehingga produksi teh secara nasional menurun," lanjutnya.
Menurut Rachmad Baddruddin, Dewan Teh Indonesia tengah berupaya melakukan langkah antisipasi dengan membuat program GPATN, Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional dengan jangka waktu lima tahun berupa model pemberdayaan dan pembinaan perkebunan teh yang dikelola rakyat.
Dewan Teh Indonesia juga merilis tingkat konsumsi teh di Indonesia masih sangat minim yaitu 350 gram per kapita per tahun. Angka ini jauh lebih rendah dibanding Srilanka tingkat konsumsi teh mencapai satu kilogram, Kenya dua kilogram, dan India hingga 750 kilogram per kapita per tahun.
Festival Teh Tingkat Internasional yang digelar di Solo ini berlangsung selama tiga hari dengan berbagai macam kegiatan antara lain pameran produk teh dan seni meracik teh, lomba kuliner dari bahan baku teh, ritual tradisi petani di perkebunan teh, dan sebagainya.