Ratusan ahli sejarah dari 25 negara berkumpul di Solo, Jawa Tengah, berbagi hasil penelitian terutama mengenai penyelesaian konflik perbatasan.
Hampir 300 orang ahli sejarah dari 25 negara berkumpul dalam pembukaan konferensi ahli sejarah se-Asia ke-22 di kompleks Kraton Kasunanan Solo, Senin malam (2/7).
Para ahli sejarah tersebut selama empat hari mendatang akan membahas hasil penelitian terbaru tentang sejarah peradaban masing-masing negara, termasuk sengketa perbatasan antar negara.
Ketua penyelenggara konferensi tersebut, Endjat Djaenuderadjat, mengatakan penyelesaian konflik di perbatasan antar negara, seperti sengketa wilayah Sipadan Ligitan antara Malaysia-Indonesia dan konflik Vietnam-Kamboja mengenai daerah perbatasan, merupakan tema utama konferensi tersebut.
“Konferensi ini bukan dalam bentuk G to G atau antar pemerintah negara masing-masing. akan tetapi forum intelektual dari ratusan perguruan tinggi di Asia, Australia, dan Amerika. Mereka akan membahas konflik yang terjadi di perbatasan antar negara, perbatasan darat maupun laut. Konferensi ini mengedepankan obyektivitas data-data dalam sejarah, dokumen-dokumen sejarah perbatasan negara,” ujar Endjat yang juga merupakan direktur sejarah dan nilai budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia itu.
Presiden Asosiasi Internasional Ahli Sejarah Se-Asia (IAHA), Azyumardy Azra, mengungkapkan sejarah adalah tolok ukur kemajuan peradaban manusia.
“Konferensi asosiasi internasional ahli sejarah di Asia, IAHA, ini tidak hanya dihadiri para ahli sejarah saja, akan tetapi juga kita undang para ahli dari sudut pandang yang lain seperti ahli antropologi, sosiologi, Ilmu politik, hingga ilmu kedokteran. Semunya kita lakukan agar sudut pandang kita pada sejarah semakin luas, kaya bahan, tidak hanya oleh ahli sejarah.tetapi juga para ahli dari bidang lain yang berbeda kelimuannya,” ujarnya.
Tiga tema utama yang akan dipaparkan dalam konferensi ini yaitu konflik perbatasan Thailand- Kamboja, konsep perbatasan kawasan laut di Indonesia dan pandangan Filipina saat media cetak Filipina memberitakan kemerdekaan Indonesia.
Selain tema utama tersebut juga akan dibahas tentang beragam tema lainnya antara lain perpindahan masyarakat di kawasan perbatasan, budaya dalam pandangan sebagai cagar budaya masa lalu dan tren masa kini, gender-politik-dan demokrasi, sejarah kedokteran dan kepedulian kesehatan.
Para ahli sejarah tersebut selama empat hari mendatang akan membahas hasil penelitian terbaru tentang sejarah peradaban masing-masing negara, termasuk sengketa perbatasan antar negara.
Ketua penyelenggara konferensi tersebut, Endjat Djaenuderadjat, mengatakan penyelesaian konflik di perbatasan antar negara, seperti sengketa wilayah Sipadan Ligitan antara Malaysia-Indonesia dan konflik Vietnam-Kamboja mengenai daerah perbatasan, merupakan tema utama konferensi tersebut.
“Konferensi ini bukan dalam bentuk G to G atau antar pemerintah negara masing-masing. akan tetapi forum intelektual dari ratusan perguruan tinggi di Asia, Australia, dan Amerika. Mereka akan membahas konflik yang terjadi di perbatasan antar negara, perbatasan darat maupun laut. Konferensi ini mengedepankan obyektivitas data-data dalam sejarah, dokumen-dokumen sejarah perbatasan negara,” ujar Endjat yang juga merupakan direktur sejarah dan nilai budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia itu.
Presiden Asosiasi Internasional Ahli Sejarah Se-Asia (IAHA), Azyumardy Azra, mengungkapkan sejarah adalah tolok ukur kemajuan peradaban manusia.
“Konferensi asosiasi internasional ahli sejarah di Asia, IAHA, ini tidak hanya dihadiri para ahli sejarah saja, akan tetapi juga kita undang para ahli dari sudut pandang yang lain seperti ahli antropologi, sosiologi, Ilmu politik, hingga ilmu kedokteran. Semunya kita lakukan agar sudut pandang kita pada sejarah semakin luas, kaya bahan, tidak hanya oleh ahli sejarah.tetapi juga para ahli dari bidang lain yang berbeda kelimuannya,” ujarnya.
Tiga tema utama yang akan dipaparkan dalam konferensi ini yaitu konflik perbatasan Thailand- Kamboja, konsep perbatasan kawasan laut di Indonesia dan pandangan Filipina saat media cetak Filipina memberitakan kemerdekaan Indonesia.
Selain tema utama tersebut juga akan dibahas tentang beragam tema lainnya antara lain perpindahan masyarakat di kawasan perbatasan, budaya dalam pandangan sebagai cagar budaya masa lalu dan tren masa kini, gender-politik-dan demokrasi, sejarah kedokteran dan kepedulian kesehatan.