Serikat Perusahaan Pers menilai program verifikasi media oleh Dewan Pers merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme pers di Indonesia.
Sejak akhir pekan lalu beredar kabar baru 74 media di Indonesia mendapat sertifikasi oleh Dewan Pers. Berita ini menghebohkan kalangan media karena muncul anggapan media yang belum diverifikasi oleh Dewan Pers tidak layak dipercaya oleh masyarakat.
Serikat Perusahaan Pers (SPS) dalam jumpa pers menilai program verifikasi media oleh Dewan Pers merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme pers di Indonesia.
Sekretaris Jenderal SPS Heddy Lugito mengatakan 74 perusahaan media yang telah lolos verifikasi Dewan Pers adalah dari daftar tahap pertama. Artinya, proses verifikasi terhadap beragam perusahaan media di Indonesia akan terus berlanjut.
"SPS yakin program verifikasi adalah mekanisme penyehatan pers Indonesia yang dilakukan oleh masyarakat pers sendiri sebagai langkah agar tidak ada kekuatan luar memaksa pers untuk menyehatkan diri. Jadi verifikasi ini untuk kepentingan kita sendiri, bukan untuk kepentingan siapapun," kata Heddy Lugito.
Karena itu, Heddy menambahkan, SPS mengimbau semua perusahaan pers yangtelah menjadi anggota SPS untuk mendaftarkan diri untuk mengikuti proses verifikasi, karena program ini bersifat sukarela. Hanya saja dia mengingatkan ke depan SPS hanya akan menerima anggota yang sudah lolos verifikasi.
Untuk mencegah kehebohan berlanjut, Heddy memastikan Dewan Pers tidak akan mengumumkan daftar perusahaan media yangtelah lolos verifikasi dan tidak akan menyerahkan sertifikat pada perayaan Hari Pers Nasional pada 9 Februari di Ambon yang rencananya akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
Ketua Harian SPS Ahmad Djauhar menjelaskan proses verifikasi terhadap perusahaan media cetak yang dilakukan oleh SPS, sesuai mandat yang telah diberikan oleh Dewan Pers. Dia menambahkan sampai saat ini sudah terdaftar 471 perusahaan media cetak dalam SPS. Djauhar membantah program verifikasi media ini atas permintaan penguasa.
"Saya tahu kita nggak disuruh-suruh, kita bukan pesuruh mereka. Kita lembaga negara yang independen, yang angggotanya dipilih oleh komunitas pers, bukan pansel DPR nuansanya politis banget," kata Ahmad Djauhar.
Sementara itu, pendiri Albalad.co Ahmad Faizal menilai verfikikasi media tidak menjamin media bekerja secara profesional. Verifikasi juga sebenarnya tidak diperlukan karena masyarakat sudah pintar memilah mana media yang memberikan fakta dan layak dipercaya.
"Media terverifikasi tidak menjamin media tersebut bekerja secara profesional. Selama kampanye pilkada ada beberapa media mainstream juga membikin berita hoax karena mendukung calon tertentu," kata Ahmad Faizal.
Your browser doesn’t support HTML5
Menurut Dewan Pers ada dua hal yang diperhatikan dalam proses verifikasi: aspek legalitas, apakah pengelola situs sudah berbadan hukum dan aspek pemberitaan, apakah telah sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Quick Response (QR) Code akan diberikan kepada media cetak dan online yang telah terverifikasi tersambung dengan pusat data Dewan Pers yang berisi data perusahaan media di Indonesia, sedangkan untuk media televisi dan radio akan mencantumkan sumber tanda terverifikasi pada program berita yang ditayangkan.
Perusahaan pers yang ingin institusinya terverifikasi harus memenuhi sejumlah syarat, di antaranya perusahaan berbentuk perseroan terbatas, harus mampu melindungi wartawan dalam pekerjaannya, berkomitmen memberikan pelatihan kepada wartawan, gaji 13 kali setahun sesuai upah minimum provinsi, dan meningkatkan kempetensi wartawannya. [fw/lt]