Sri Lanka masih memberlakukan keadaan darurat, Rabu (7/3), setelah beberapa gerombolan penganut ajaran Budha menyerang kelompok minoritas Muslim.
Presiden Maithripala Sirisena memberlakukan keadaan itu, Selasa (6/3), sehari setelah beberapa kelompok etnis Sinhala menyerang beberapa masjid serta toko dan bisnis milik Muslim di Kandy, distrik di bagian tengah negara itu. Jasad pemuda Muslim yang terjebak dalam toko kecil milik orangtuanya yang dibakar ditemukan para petugas pemadam kebakaran, Selasa (6/3).
Kerusuhan itu mulai berlangsung Sabtu, setelah seorang supir truk Sinhala cidera setelah bentrok dengan sekelompok pemuda Muslim di Kandy. Supir itu belakangan tewas akibat luka yang dideritanya pada keesokan harinya.
Sri Lanka masih mengalami perpecahan mendalam menyangkut agama dan etnis sejak berakhirnya perang saudara selama 36 tahun pada 2009, setelah pasukan pemerintah menumpas pemberontakan kelompok minoritas etnis Tamil yang berupaya mendirikan tanah air sendiri.
Banyak nasionalis Budhis Sinhala menuding Muslim menyerang tempat-tempat suci ajaran Budha dan memaksa para Budhis berpindah agama dan menganut ajaran Islam.
PM Ranil Wickremesinghe mengutuk tindakan rasis dan kekerasan dalam cuitannya di Twitter, Selasa. Ia menulis, “Sebagai negara yang pernah mengalami perang brutal, kita seharusnya sadar akan nilai-nilai perdamaian, penghormatan, persatuan dan kebebasan.”
Kedubes AS di Kolombo mendesak pemerintah Sri Lanka untuk menindak para pelaku, melindungi hak-hak kelompok-kelompok agama minoritas dan mencabut keadaan darurat sesegera mungkin. [ab/uh]