Sri Lanka pada Rabu (29/11) mengatakan bahwa mereka telah mencapai sebuah kesepakatan secara prinsip dengan para debiturnya, termasuk China, untuk merestrukturisasi hampir AS $6 miliar utang dan membuka pendanaan dari IMF untuk dana talangan.
Negara ini gagal untuk membayar utangnya sebesar AS $46 juta pada April tahun lalu setelah mengalama kekurangan mata uang asing untuk membayar impor bahkan untuk sejumlah komoditas paling penting, yang menimbulkan penderitaan hidup untuk negara kepulauan dengan 22 juta penduduk itu. Kementerian Keuangan mengatakan bahwa kesepakatan itu termasuk kombinasi dari memperpanjang tenor dan pengurangan bunga terhadap sekitar AS $5,9 miliar pinjaman bilateral yang telah diberikan kepada negara di Asia Selatan yang kekurangan uang itu.
“Kesepakatan ini memberikan tonggak kunci bagi Sri Lanka dalam upaya yang sedang berlangsung untuk mencapai kesinambungan pinjaman publik dan untuk mendorong pemulihan ekonomi,” kata Sekretaris Kementerian Keuangan Mahinda Siriwardana dalam sebuah pernyataan.
BACA JUGA: Saingi China, AS Berencana Bangun Terminal Senilai $553 Juta di Pelabuhan Kolombo Sri LankaSri Lanka pada Maret lalu telah mendapatkan paket dana talangan AS $2,9 miliar untuk empat tahun dari IMF, yang bertujuan agar Kolombo memastikan kesinambungan pinjaman selaras dengan target-target yang telah disetujui.
Meski begitu, penyerahan dari angsuran pinjaman kedua sebesar AS $330 juta telah ditunda sejak September, berkaitan dengan keterlambatan pembuatan kesepakatan dengan pada pemberi kredit asing.
China, sebagai pemberi pinjaman bilateral tunggal bagi Sri Lanka, telah menolak untuk memotong pinjaman negara itu dan lebih menawarkan untuk memperpanjang waktu pinjaman dan menurunkan suku bunganya.
Otoritas keuangan di Kolombo telah secara dramatis menaikkan pajak dan memotong subsidi konsumen secara dalam jumlah besar untuk memperbaiki keuangan negara itu yang hancur, sejalan dengan rencana penyelematan dari IMF.
Kreditur terakhir yang berbasis di Washington ini telah mencatat penurunan infasi cepat Sri Lanka dari 70 persen pada September tahun lalu menjadi hanya 1,3 persen pada September tahun ini. Tetapi IMF juga memperingatkan bahwa pemulihan ekonomi penuh Sri Lanka belum terjamin. Di puncak krisis ekonomi tahun lalu, kerusuhan sipil selama berbulan-bulan telah memaksa penggulingan mantan presiden Gotabaya Rajapaksa ketika para demonstran menyerbu kediamannya. [ns/jm]