Lebih dari 45 staf badan pengungsi PBB UNHCR telah tiba di Tapachula, negara bagian Chiapas, Meksiko, sementara yang lainnya sedang dalam perjalanan.
Tugas pertama staf UNHCR itu adalah menstabilkan situasi kacau, di mana lebih dari 7.000 orang dalam karavan migran beriring-iringan menuju Amerika Serikat. UNHCR menyatakan kondisi di lapangan tampaknya lebih tenang dan lebih tertib daripada hari-hari sebelumnya.
Tetapi ini dapat berubah, kata juru bicara UNHCR Adrian Edwards.
“Di antara yang menjadi perhatian khusus kami sekarang ini adalah perkembangan situasi kemanusiaan di antara kelompok ini, di mana banyak orang tidak memiliki makanan, air, kesehatan dan kebutuhan lainnya,” ujar Edward.
“Ada juga penculikan dan risiko keamanan di daerah-daerah yang mungkin dilalui karavan ini. Karena itu menstabilkan situasi sangatlah mendesak,” imbuhnya.
BACA JUGA: Rombongan Migran Menyusut setelah Trump Ancam Tutup PerbatasanTim-tim UNHCR juga akan mendaftar para pencari suaka, mengidentifikasi mereka yang terutama rentan dengan kebutuhan khusus sebagai cara untuk mempersingkat proses.
Sejauh ini, sekitar 1.000 orang telah meminta suaka di Meksiko, kata Edwards. Tetapi, ia menambahkan, ribuan lainnya kemungkinan besar akan melanjutkan perjalanan ke Amerika Serikat dan kebanyakan di antara mereka akan meminta suaka.
Menurut hukum internasional, orang-orang yang lari menghindari persekusi dan kekerasan harus diberi akses ke negara di mana mereka meminta suaka dan hak untuk mengajukannya. Karena itu UNHCR juga akan melindungi hak-hak para migran.
Namun, Presiden Trump telah bertekad untuk mencegah rombongan migran dari Honduras, Guatemala dan El Salvador itu mencapai perbatasan Amerika di Meksiko.
”Kita harus menghentikan mereka di perbatasan,” kata Trump kepada wartawan hari Senin (22/10) di Gedung Putih. Trump juga mengancam menghentikan bantuan luar negeri bagi ke tiga negara itu kalau pemerintah setempat tidak mencegah penduduk pindah secara gelap ke Amerika. [uh/ii]