Ribuan mahasiswa yang bersenjatakan tongkat dan batu bentrok dengan polisi bersenjata di Dhaka pada hari Kamis, (18/7), ketika pihak berwenang Bangladesh memutus beberapa layanan internet seluler untuk memadamkan protes anti-kuota lapangan kerja pemerintah yang telah menewaskan sedikitnya 12 orang minggu ini.
Protes nasional ini merupakan yang terbesar sejak Perdana Menteri Sheikh Hasina terpilih kembali untuk masa jabatan keempatnya, dan dipicu oleh pengangguran yang tinggi di kalangan pemuda, dengan hampir seperlima dari 170 juta penduduk tidak memiliki pekerjaan atau bersekolah.
Enam orang tewas dalam bentrokan dengan polisi di Dhaka pada hari Kamis, termasuk seorang supir bis yang jenazahnya dibawa ke rumah sakit dengan luka tembak di dadanya, dan seorang mahasiswa, kata para pejabat kepada kantor berita Reuters. Ratusan orang lainnya terluka, kata para pejabat.
Menteri Hukum Anisul Huq mengatakan bahwa pemerintah bersedia untuk berbicara dengan para pengunjuk rasa, yang menginginkan agar negara berhenti menyisihkan 30 persen dari pekerjaan pemerintah untuk keluarga-keluarga yang berjuang dalam perang kemerdekaan dari Pakistan pada tahun 1971.
Hasina, putri dari Sheikh Mujibur Rahman, yang memimpin Bangladesh menuju kemerdekaan, sejauh ini menolak tuntutan para pengunjuk rasa. "Kami bersedia untuk duduk (dan berbicara dengan mereka). Kapan pun mereka ingin berdiskusi, itu akan terjadi," kata Huq.
Sebelumnya, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa di dekat kampus sebuah universitas di Dhaka dan pihak berwenang memutus beberapa layanan internet seluler dalam upaya untuk membatasi demonstrasi.
BACA JUGA: Pemerintah Bangladesh Gerebek Markas Oposisi, Minta Universitas DitutupPolisi juga menembakkan gas air mata untuk membubarkan para mahasiswa yang melemparkan batu yang memblokir jalan raya di kota pelabuhan selatan Chittagong.
Kedutaan Besar AS di Dhaka mengatakan bahwa mereka akan tutup pada hari Kamis dan menyarankan warganya untuk menghindari demonstrasi dan pertemuan-pertemuan besar. Kedutaan Besar India juga mengeluarkan imbauan serupa.
Pihak berwenang telah menutup semua universitas negeri dan swasta tanpa batas waktu sejak hari Rabu, (17/7) dan mengirim polisi anti huru-hara dan pasukan paramiliter Penjaga Perbatasan ke kampus-kampus untuk menjaga ketertiban.
Pada tanggal 7 Agustus, Mahkamah Agung akan mendengar banding pemerintah terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang memerintahkan pemulihan kuota pekerjaan tersebut. Hasina telah meminta para mahasiswa untuk bersabar hingga putusan tersebut keluar.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia, seperti Amnesty International, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat, telah mendesak Bangladesh untuk melindungi para pengunjuk rasa yang berdemonstrasi secara damai dari kekerasan. [my/ab]