Riset dari Universitas Sheffield di Inggris menunjukkan persamaan yang menonjol antara situasi di Suriah saat ini dengan pergolakan politik kekaisaran Mesopotamia abad perunggu (Akkadia).
Kemarau, kemunduran perkotaan dan runtuhnya pemerintahan mengakhiri peran utama perekonomian Suriah di Timur Tengah 4200 tahun lalu. Riset dari Universitas Sheffield di Inggris menunjukkan persamaan yang menonjol antara situasi di Suriah yang kini dikoyak perang dengan pergolakan politik kekaisaran Mesopotamia abad perunggu yang dikenal sebagai Akkadia.
Ellery Frahm, dari Fakultas Arkeologi, Universitas Sheffield mendapati kaitan itu dengan meriset perdagangan obsidian atau batu vulkanik di Urkesh pusat keuangan kosmopolitan yang kini menjadi Suriah timur laut.
Batu kaca vulkanik itu yang digunakan untuk membuat alat-alat pemotong setajam pisau cukur berasal dari enam gunung berapi yang berbeda sebelum runtuhnya kerajaan yang terbentang sampai ke wilayah yang disebut Irak di jaman modern ini.
Sementara rute perdagangan dan pemerintahan regional runtuh semasa apa yang disebut sebagian sejarawan sebuah periode kebangkitan militer dan kekerasan, Urkesh hanya bisa memperoleh batu obsidian dari dua sumber berdekatan yang menunjukkan dampak krisis atas perpindahan orang dan barang.
Selain itu kata Frahm, pada waktu itu pertanian di daerah tersebut seperti halnya sekarang ini, umumnya mengandalkan curah hujan ketimbang irigasi, dan panen zaman Akkadia tidak bisa mengejar peningkatan populasi di kawasan itu. Ia menambahkan bahwa pergeseran iklim saat ini menyebabkan kemarau lebih parah sementara populasi bertambah besar lagi untuk diberi makan, pertanian modern Suriah juga tidak bisa berkesinambungan.
Frahm menekankan bahwa studinya tidak mengecilkan kekerasan sekarang ini di Suriah. Sebaliknya katanya menawarkan sebuah cara untuk memahami apa yang mungkin terbentang di depan dengan mengungkapkan tanda-tanda di masa lalu beraksi terhadap krisis internal dan eksternal mereka sendiri.
Ellery Frahm, dari Fakultas Arkeologi, Universitas Sheffield mendapati kaitan itu dengan meriset perdagangan obsidian atau batu vulkanik di Urkesh pusat keuangan kosmopolitan yang kini menjadi Suriah timur laut.
Batu kaca vulkanik itu yang digunakan untuk membuat alat-alat pemotong setajam pisau cukur berasal dari enam gunung berapi yang berbeda sebelum runtuhnya kerajaan yang terbentang sampai ke wilayah yang disebut Irak di jaman modern ini.
Sementara rute perdagangan dan pemerintahan regional runtuh semasa apa yang disebut sebagian sejarawan sebuah periode kebangkitan militer dan kekerasan, Urkesh hanya bisa memperoleh batu obsidian dari dua sumber berdekatan yang menunjukkan dampak krisis atas perpindahan orang dan barang.
Selain itu kata Frahm, pada waktu itu pertanian di daerah tersebut seperti halnya sekarang ini, umumnya mengandalkan curah hujan ketimbang irigasi, dan panen zaman Akkadia tidak bisa mengejar peningkatan populasi di kawasan itu. Ia menambahkan bahwa pergeseran iklim saat ini menyebabkan kemarau lebih parah sementara populasi bertambah besar lagi untuk diberi makan, pertanian modern Suriah juga tidak bisa berkesinambungan.
Frahm menekankan bahwa studinya tidak mengecilkan kekerasan sekarang ini di Suriah. Sebaliknya katanya menawarkan sebuah cara untuk memahami apa yang mungkin terbentang di depan dengan mengungkapkan tanda-tanda di masa lalu beraksi terhadap krisis internal dan eksternal mereka sendiri.