Negara baru, Sudan Selatan tidak mempunyai dokter jiwa sama sekali, sehingga tidak ada penanganan khusus bagi mereka yang mengalami trauma pasca-perang
Sudan Selatan muncul sebagai negara bulan Juli 2011 setelah hampir lima dekade perang saudara dengan Sudan utara. Meski punya sejarah kelam, negara itu tidak punya dokter jiwa sama sekali, sehingga tidak ada penanganan khusus bagi mereka yang mengalami trauma pasca-perang.
Di rumah sakit militer di Juba, orang-orang yang cedera kerap punya bekas luka yang tak terlihat. Psikolog Amasi Ibrahim Adam mengatakan ia melihat banyak tentara mengalami gangguan stres pasca-trauma.
“Kebanyakan pasien mencoba bunuh diri. Tentara menembak dirinya sendiri, dan itulah masalahnya, karena mereka orang sakit jiwa yang terabaikan dan tidak ada perawatan untuk menangani mereka,” papar Adam.
Ahli bedah dan sekaligus direktur rumah sakit militer itu, Peter Ajak Bullen, mengatakan bahwa sebagian pasien seperti William, yang terkena bom di medan perang bulan April, dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya. Tetapi, ia mengatakan, tentara-tentara lain yang mengalami trauma kerap mengamuk dan membunuh orang.
“Tentara yang menembak temannya sendiri adalah biasa. Tindak kekerasan terhadap warga sipil juga biasa, khususnya oleh tentara yang baru saja pulang dari perang. Itu hal biasa. Di medan perang, kita lihat begitu banyak tentara menembak temannya sendiri, karena depresi,” urai Bullen.
Walaupun rumah sakit militer itu punya fasilitas yang lebih besar dan baik daripada rumah sakit umum, rumah sakit militer itu harus mengirim pasien-pasien yang tidak berhasil ditangani dengan penyuluhan dan obat penenang ke rumah sakit umum.
Tetapi, psikolog George Wani di Juba Teaching Hospital, mengatakan, ia tidak punya pilihan kecuali memberi obat penenang seadanya kepada para pasien.
Ia harus menggunakan obat penenang seadanya bagi para pasien, dan jika itu tidak mempan, ia harus mengirim mereka ke penjara Juba.
Wakil Menteri Kesehatan Sudan Selatan, Yatta Lori Lugor, mengatakan, negara itu punya banyak kebutuhan lain, sehingga sarana untuk membantu orang yang mengalami trauma sama sekali tidak ada.
Jika rumah sakit militer itu tidak mendapat obat-obatan penenang yang ampuh, staf dan fasilitas untuk penanganan kondisi trauma, warga Sudan Selatan yang sakit jiwa akan terus diberi obat penenang seadanya atau dipenjara.
Di rumah sakit militer di Juba, orang-orang yang cedera kerap punya bekas luka yang tak terlihat. Psikolog Amasi Ibrahim Adam mengatakan ia melihat banyak tentara mengalami gangguan stres pasca-trauma.
“Kebanyakan pasien mencoba bunuh diri. Tentara menembak dirinya sendiri, dan itulah masalahnya, karena mereka orang sakit jiwa yang terabaikan dan tidak ada perawatan untuk menangani mereka,” papar Adam.
Ahli bedah dan sekaligus direktur rumah sakit militer itu, Peter Ajak Bullen, mengatakan bahwa sebagian pasien seperti William, yang terkena bom di medan perang bulan April, dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya. Tetapi, ia mengatakan, tentara-tentara lain yang mengalami trauma kerap mengamuk dan membunuh orang.
“Tentara yang menembak temannya sendiri adalah biasa. Tindak kekerasan terhadap warga sipil juga biasa, khususnya oleh tentara yang baru saja pulang dari perang. Itu hal biasa. Di medan perang, kita lihat begitu banyak tentara menembak temannya sendiri, karena depresi,” urai Bullen.
Walaupun rumah sakit militer itu punya fasilitas yang lebih besar dan baik daripada rumah sakit umum, rumah sakit militer itu harus mengirim pasien-pasien yang tidak berhasil ditangani dengan penyuluhan dan obat penenang ke rumah sakit umum.
Tetapi, psikolog George Wani di Juba Teaching Hospital, mengatakan, ia tidak punya pilihan kecuali memberi obat penenang seadanya kepada para pasien.
Ia harus menggunakan obat penenang seadanya bagi para pasien, dan jika itu tidak mempan, ia harus mengirim mereka ke penjara Juba.
Wakil Menteri Kesehatan Sudan Selatan, Yatta Lori Lugor, mengatakan, negara itu punya banyak kebutuhan lain, sehingga sarana untuk membantu orang yang mengalami trauma sama sekali tidak ada.
Jika rumah sakit militer itu tidak mendapat obat-obatan penenang yang ampuh, staf dan fasilitas untuk penanganan kondisi trauma, warga Sudan Selatan yang sakit jiwa akan terus diberi obat penenang seadanya atau dipenjara.