Dari kita, untuk kita, oleh kita. Itulah yang kita saksikan dalam pertemuan tahunan Indonesian Muslim Society in America (IMSA) atau masyarakat Muslim Indonesia di Amerika.
Panitia pelaksana pertemuan tahunan yang disebut Muktamar itu adalah pengurus dan anggota organisasi nirlaba itu sendiri. Dalam tempo kurang dari setahun sebelum pelaksanaan, mereka mencari lokasi, membentuk kepanitiaan, merancang acara, mendapatkan pembicara, sampai mengakomodasi peserta, yang mencakup penyediaan makanan.
Lebih dari 1.200 orang menghadiri Muktamar ke-20 tahun ini di Chicago, Illinois. Keperluan makan mereka diatur tim konsumsi yang kemudian mempercayakannya kepada lima anggota IMSA yang bertugas memasak di dapur. Tiga dari mereka adalah peserta dari Lexington, Kentucky.
BACA JUGA: Muktamar IMSA: Tantangan Hijrah Warga Muslim Indonesia di AS“Dari pada bengong di rumah (sementara) di sini ada yang membutuhkan,” kata Satriyo Utomo alias Nanang yang merupakan ketua tim relawan dapur. Tahun ini ia dan keluarga kembali menghadiri Muktamar dan kembali diminta menjadi relawan di dapur.
Bersama ketua konsumsi dan wakil ketua panitia, Nanang menyusun menu untuk makan tiga kali sehari, dan membeli bahan makanan, yang halal.
“Karena halal tidak tersedia di hotel, maka kita harus beli di restoran depo (toko penyedia keperluan restoran),” ujar Nanang.
Tugas Nanang dan tim, antara lain Ahmad Fauzi dan Pungki Sumbogo, dibantu peserta lain, yang secara bergantian setiap hari menjadi relawan untuk dua atau tiga jam, menyiapkan sayuran dan bumbu, memotong daging, memasak nasi, sekaligus menjadi pelayan.
Dengan anggaran terbatas, Nanang dan tim, yang memang juru masak profesional berlisensi, menyediakan menu yang bukan saja halal tetapi juga sehat dan variatif setiap hari untuk sarapan, makan siang, dan makan malam.
Ini pertama kali bagi Ahmad Fauzi menjadi relawan inti di dapur untuk Muktamar. Sebagian besar waktunya tercurah, memastikan semua peserta terakomodasi.
Bagi Ahmad Fauzi ini adalah, “Pengorbanan berat buat saya karena seharusnya saya jalan-jalan bersama keluarga,” katanya.
Sejak 2013, Pungki Sumbogo dan keluarga mengikuti Muktamar. Sejak itu pula ia menjadi relawan untuk satu atau dua hari dalam berbagai bidang, termasuk di dapur. Baru tahun ini ia sepenuhnya menjadi relawan di dapur.
“Setiap tahun biasanya saya selalu di kitchen. Selalu volunteer,” tutur Pungki.
Nanang sudah lima kali mengikuti Mutamar. Walaupun selalu diminta menjadi relawan di dapur, ia menyanggupi dengan senang hati karena…
“Ada orang senang merasakan masakan kita, tuh, kita merasa happy. Proud. Merasa masih berguna. Itu saja,” ujar Nanang.
Your browser doesn’t support HTML5
Walaupun masa-masa libur akhir tahun bersama keluarga menjadi berkurang, para relawan bagian dapur ini tidak menyesal. Mereka malah menantikan Muktamar segera datang dan mereka bisa menjadi relawan lagi.(ka)