Ribuan ikan yang mati mengambang di Sungai Surabaya, ditemukan warga di beberapa kawasan di Kabupaten Gresik, mulai Driyorejo, Cangkir, hingga wilayah Warugunung di Kota Surabaya. Ikan endemik Sungai Surabaya itu mati karena kehabisan oksigen dalam air akibat tingginya polutan dalam air.
Manager Program Advokasi dan Litigasi, Lembaga kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), Azis, mengatakan limbah industri yang tidak diolah diduga menjadi penyebab banyaknya ikan mati di Sungai Surabaya. Tidak hanya ikan besar atau indukan, ikan-ikan kecil juga turut mati dan dijaring oleh warga sekitar sungai.
“Jumlahnya cukup banyak, dari satu titik ke titik lain bisa mencapai ribuan ikan yang mati. Dari segi besar kecilnya, dari yang kecil sampai yang induknya, yang besar-besar itu juga ikut mati terkena limbah dari perusahaan,” jelas Aziz.
Dari pantauan ECOTON, Azis mengatakan kondisi air sungai tempat ditemukannya ikan mengapung berbau kurang sedap dan mengandung minyak. Diduga beberapa pabrik di bagian hulu sungai membuang air limbah tanpa diolah terlebih dahulu. Kejadian ikan mati massal ini, kata Azis, adalah yang terbesar sejak 2019.
ECOTON, ujar Azis, akan mengadukan kejadian ikan mati massal ini ke pemerintah, agar dilakukan pemeriksaan kualitas air sungai, serta memeriksa perusahaan atau pabrik yang diduga membuang air limbahnya tanpa diolah.
“Kami akan melakukan pengaduan, setelah kemarin kita melakukan identifikasi kemudian hari ini kita akan melakukan pengaduan ke BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai), kita akan melakukan pengaduan ke DLH (Dinas Lingkungan Hidup), dan PJT (Perum Jasa Tirta), terkait dengan adanya peristiwa ikan mati ini. Dan harapan kami, pemerintah bisa datang dan melakukan survei atau melakukan ricek terkait dengan dugaan perusahaan yang telah membuang limbah tanpa diolah terlebih dahulu,” imbuhnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Kepala Pusat Penelitian Infrastruktur dan Lingkungan Berkelanjutan, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Warmadewanthi, menyebut peristiwa ikan mati massal ini sudah yang kesekian kalinya. Ia mengatakan kualitas air sungai Surabaya sudah sangat buruk, dan tidak mampu lagi menanggung beban air limbah dari industri maupun rumah tangga. Hal ini kata Warmadewanthi, tidak lepas dari tidak adanya instalasi pengolahan air limbah yang berasal dari rumah tangga, serta kurangnya pengetatan aturan terkait baku mutu air limbah industri yang diperbolehkan dibuang ke sungai.
“Dari beberapa kajian yang sudah kami lakukan juga, kualitas air sungai kita memang semakin lama semakin menurut, dan juga ditambah lagi kita memang tidak banyak memiliki instalasi pengolahan air limbah terutama untuk limbah yang domestik, karena yang mencemari sungai bukan hanya air limbah dari industri saja,” jelas Warmadewanthi.
Instalasi pengolahan air limbah, kata Warmadewanthi, wajib dimiliki agar air limbah yang dibuang ke sungai benar-benar aman dan tidak merusak ekosistem sungai. Selain itu, sungai harus diberi waktu untuk memulihkan kondisinya sendiri, dengan tidak membuangi air limbah ke sungai selama kurun waktu tertentu.
“Intinya adalah bagaimana kita mempunyai instalasi pengolahan air limbah yang bekerja dengan baik. Kemudian efisiensinya juga sudah cukup baik, sehingga kadar pencemar yang dikeluarkan dari air limbah itu sudah memenuhi baku mutu. Demikian juga mengatur, kalau kita lihat memang industri kita dari kawasan industri, jadi satu, bebannya itu cukup berat. Walaupun misalnya dari industri A dia mengeluarkan sesuai baku mutu, industri B di sebelahnya mengeluarkan sesuai baku mutu, tapi kalau itu terakumulasi di badan air, di sungai, ya tetap saja sungai itu tercemar,” imbuhnya. [pr/em]