Menlu Suriah Tegaskan Damaskus Tak Gunakan Senjata Kimia dalam Serangan Udara

  • Edward Yeranian

Menteri Luar Negeri Walim Moallem mengatakan di Damaskus hari Kamis (6/4) bahwa pemerintah Suriah tidak bertanggungjawab atas dugaan serangan senjata kimia di bagian utara kota Khan Sheikhoun, Idlib.

Suriah dan Rusia membantah tuduhan bahwa pesawat-pesawat tempur Suriah menjatuhkan bom kimia di kota yang dikuasai pemberontak di bagian utara Suriah pekan ini.

Menteri Luar Negeri Walim Moallem mengatakan pemerintah Suriah tidak bertanggungjawab atas dugaan serangan senjata kimia di bagian utara kota Khan Sheikhoun, Idlib.

Walid Moallem membantah tuduhan bahwa pemerintahnya menjatuhkan bom kimia awal pekan ini di kota Khan Sheikhboun, yang kini dikuasai kelompok Jabhat Al Nusra. Dalam konferensi pers hari Kamis (6/4) di Damaskus, Moallem mengatakan tuduhan itu salah.

Moallem mengatakan tuduhan pertama tentang serangan senjata kimia itu disampaikan lebih dari lima jam sebelum Angkatan Udara Suriah menyerang kota yang dikuasai Jabhat Al Nusra itu. Ditambahkannya, pesawat-pesawat tempur Suriah membom sebuah gudang senjata yang dikuasai Jabhat Al Nusra yang mungkin berisi senjata kimia itu.

Moallem menegaskan pemerintahnya “tidak pernah dan tidak akan menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri,” dan menambahkan pihaknya “tidak punya kepentingan” menggunakan gas beracun dalam hal apapun juga.

Moallem mempertanyakan apakah “logis” pemerintahnya menggunakan senjata kimia justru ketika mulai mendapat kemenangan di lapangan dan mulai meyakinkan pihak lain tentang manfaat tindakan itu.

Menteri Luar Negeri itu mengatakan memahami implikasi peringatan Presiden Amerika Donald Trump yang siap mengambil ‘’tindakan unilateral’’ terhadap Suriah, tetapi mengingatkan bahwa anggota-anggota Dewan Keamanan PBB ‘’terikat untuk menegakkan’’ Piagam PBB dan ‘’tidak mengambil tindakan unilateral’’.

Moallem juga mengatakan pasukan koalisi pimpinan Amerika telah menyerang target-target sipil di kota Mansoura, di dekat Deir ez-Zour dan di Raqqa.

‘’Jika Amerika ingin menerapkan kriteria kemanusiaan dalam kasus kota Khan Sheikhoun,’’ ujarnya dengan sinis, ‘’maka biarkan mereka mulai dengan menerapkannya pada diri sendiri.’’

Koalisi pimpinan Amerika telah minta maaf atas apa yang dikatakannya sebagai ‘’kebetulan’’ serangan tidak sengaja terhadap posisi-posisi pemerintah Suriah di dekat kota Deir ez-Zour akhir tahun lalu.

Moallem menyatakan bahwa penggunaan senjata kimia pada tahun 2013 terhadap bagian timur kota Damaskus, ‘’dilakukan oleh Qatar dan Turki.’’ Pemerintah Suriah telah memusnahkan sebagian besar cadangan senjata kimia mereka setelah insiden itu. Negara-negara Barat menuduh Suriah yang melakukan serangan itu.

Menteri Luar Negeri Suriah itu mengatakan pada wartawan lain bahwa pemerintahnya “bersedia menerima penyelidikan internasional” terhadap serangan di Khan Sheikhoun “selama tidak dipolitisir” – dan ini mencakup kehadiran “pihak-pihak dari beragam latar belakang” dan “tidak yang ada di luar Suriah, khususnya di Turki” yang “sikap bermusuhannya” terhadap Suriah “sudah tanpa batas”, ujar Moallem.

Sementara, Kremlin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin – dalam pembicaraan lewat telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu “menggarisbawahi bahwa membuat tuduhan tidak berdasar terhadap siapa pun tidak dapat diterima sebelum dilakukannya penyelidikan internasional yang menyeluruh dan tidak memihak.”

Tetapi juru bicara Putin juga mengatakan bahwa dukungan Rusia pada Assad bukannya tidak bersyarat.

Di Ankara, Menteri Kehakiman Turki Bekir Bozdag mengatakan hasil otopsi atas tiga warga Suriah yang tewas dalam serangan hari Selasa (4/4) itu menunjukkan mereka meninggal akibat terpapar senjata kimia. Ketiganya merupakan bagian dari sedikitnya 30 orang yang dikirim ke Turki untuk dirawat. Bozdag mengatakan otopsi dilakukan Rabu malam (5/4) di kota Adana oleh pejabat-pejabat WHO.

Moallem menuntut AGAR penyelidikan apapun terhadap pemboman itu tidak dipolitisir, dan dimulai di Damaskus, bukan di Ankara.

Sementara itu dalam konferensi pers hari Rabu (5/4) di Gedung Putih – yang dilakukan bersama Raja Yordania Abdullah yang sedang berkunjung ke Amerika – Presiden Donald Trump menggambarkan serangan itu sebagai “penghinaan terhadap kemanusiaan yang tidak dapat ditolerir.” Ditanya apakah ia mempertimbangkan tindakan militer, Presiden Trump tidak menjawabnya secara tegas dan mengatakan, “Saya tidak mengatakan akan melakukan sesuatu.”

Raja Abdullah mengatakan, “Ini adalah bukti lain kegagalan diplomasi internasional untuk menemukan solusi atas krisis tersebut.”

Dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB hari Rabu (5/4), Inggris, Perancis dan Amerika mengecam keras Rusia.

Nasib rancangan resolusi PBB yang mengutuk serangan itu dan dirancang oleh tiga negara adidaya Barat masih belum menentu, karena utusan khusus Rusia mengatakan ini bukan saat yang tepat untuk mengambil tindakan semacam itu. [em/ii]