Presiden meraih tingkat kepercayaan masyarakat tertinggi dalam hasil survei yang dirilis Lembaga Survey Charta Politika, hari Senin (20/12).
Saat merilis survei “Refleksi Akhir Tahun 2021: Kondisi Politik, Ekonomi, dan Hukum di Masa Pandemi,” Direktur Eksekutif Charta Politica Indonesia, Yunarto Wijaya mengatakan presiden berada di peringkat teratas sebagai lembaga tinggi negara. Dari 1.200 responden yang disurvei, 6,8% sangat percaya dan 77,8% cukup percaya. Hal ini diikuti TNI, POLRI, KPK, dan MK. Sedangkan MPR, DPR maupun DPD di peringkat 8 hingga 10 besar.
"Polri berhasil menyalip KPK, saya pikir ini menarik kalau dikupas secara khusus. Apa ada kaitannya dengan revisi UU KPK? Yang jelas belakangan ini posisi KPK semakin turun disalip Polri," ungkap Yunarto.
BACA JUGA: Jokowi: Masyarakat Tidak Puas Terhadap Upaya Pemberantasan Korupsi
Penegakan Hukum
Dari sisi hukum, hasil survei ini menunjukkan Polri menjadi lembaga yang dianggap paling baik kinerjanya dengan perolehan hasil 26,7% jika dibanding lembaga hukum lainnga antara lain KPK 25,6%, Mahkamah Konstitusi 10,7%, Kejaksaan Agung 8,5% dan Mahkamah Agung 6,5%.
Paparan hasil survei ini juga mengungkap lebih dari separuh responden atau sekitar 50,6% menilai penegakan hukum di Indonesia berjalan baik. Angka itu, selisih kurang dari 4% dengan responden yang memiliki persepsi penegakan hukum di Indonesia masih buruk.
Separuh Responden Tak Tahu Pemilu 2024
Hasil lain dari survei itu adalah 70% responden menilai kinerja pemerintahan Jokowi dengan KH Ma'ruf Amin cukup baik. Kondisi ini sedikit berbeda dengan penilaian responden yang 68,1% setuju Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet.
Sementara itu dari sisi partai politik, elektabilitas parpol tertinggi saat ini diraih PDI-Perjuangan dengan 24,9%, diikuti Partai Gerindra 13,9% dan Partai Golkar 9%.
Terkait Pemilu 2024, hampir separuh atau sekitar 40,3% responden mengaku belum tahu pemilu bakal digelar serentak tahun 2024. Mayoritas responden, 47,6% tidak setuju penundaan Pemilu hingga tahun 2027.
"Ini menjadi PR bagi penyelenggara Pemilu , KPU, Bawaslu,” jelas Yunarto.
Survei ini digelar 29 November hingga 6 Desember 2021.
Akademisi soroti pemberantasan korupsi dan penegakan hukum
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto saat dihubungi VOA, pada Selasa (21/12), mengungkapkan kontroversi yang terjadi di KPK menjadi penyebab turunnya tingkat kepercayaan publik pada lembaga anti rasuah tersebut. Agus menyebut sejumlah penyebab yang meliputi revisi UU KPK, penyidik KPK terjerat kasus korupsi, kontroversi pimpinan KPK, hingga alih status penyidik KPK menjadi ASN.
Your browser doesn’t support HTML5
"Revisi UU KPK beberapa waktu lalu jelas mempreteli kewenangan di internal KPK, (yaitu) Dewan Pengawas dan penyidik KPK dalam persetujuan penyadapan. Kemudian alih status ASN penyidik KPK jelas mempengaruhi independensi KPK. Belum lagi kontroversi penyidik KPK terjerat kasus korupsi dan menyeret nama pimpinan KPK. Ini catatan penting yang membuat tingkat kepercayaan publik pada KPK menurun", ungkap Agus.
Agus menambahkan bahwa KPK perlu melakukan pembenahan. Sedangkan dari sisi penegakan hukum, imbuh Agus, Polri dan Kejaksaan Agung saat ini masih perlu melakukan perbaikan. Berbagai aduan publik, jelas Agus, dalam kecepatan merespon termasuk keterlibatan oknum polri maupun jaksa dalam kasus yang viral di media sosial menjadi pertaruhan dua lembaga hukum ini.
"Polri dan Kejaksaan juga masih perlu memperbaiki diri. Kan hasil survei tidak 100 persen kepercayaan publik. Kasus-kasus di publik termasuk keterlibatan oknum kedua lembaga ini harus transparan dan menjadi refleksi diri", pungkas akademisi Fakultas Hukum UNS Solo ini. [ys/em]