Sutradara 'Jagal' Siap Berikan Tongkat Estafet pada Sutradara Indonesia

Tim VOA, reporter Ian Umar (kiri) dan produser Ningrum Spicer (kanan) usai wawancara dengan Sutradara 'Jagal' Joshua Oppenheimer, dua hari sebelum ajang Oscars 2014, Jumat (28/2).

Dalam wawancara dengan VOA, Sutradara 'The Act of Killing' ('Jagal') sempat menjawab pertanyaan dari fans VOA di Facebook, termasuk mengenai rencana pembuatan film ke depannya mengenai Indonesia.

Joshua Oppenheimer, sutradara film 'Jagal' ('The Act of Killing') yang kontroversial di tanah air mengajak sutradara Indonesia untuk membuat film mereka sendiri mengenai sejarah mereka sendiri. Film 'Jagal' menuturkan pengakuan para pelaku pembantaian atas nama G30S/PKI di Sumatera Utara. Ia tengah mengarap kelanjutan film tersebut mengenai keluarga korban dan bagaimana mereka menghadapi pelaku yang membunuh putra mereka. Film ini akan diberi judul 'The Look of Silence.'

Oppenheimer mengatakan 'The Look of Silence' akan menjadi film terakhirnya mengenai Indonesia dan ia siap memberi restu dan dukungan bagi para penerusnya.

Jawaban Oppenheimer selengkapnya yang dipilih dari sekian banyak pertanyaan yang dikirim oleh fans VOA di Facebook ada di bawah ini:

VOA: Joshua, pemirsa VOA punya pertanyaan untuk Joshua dari Facebook. Pertanyaan pertama dari Nova Novriandi Pudolli. terima kasih kepada Anda karena sedikit membuka keran sejarah bangsa indonesia,tapi saya mau bertanya kepada anda,bagaimana caranya kami sebagai bangsa indonesia bisa percaya dengan isi film anda? sedangkan kami sendiri kebingungan memilih mana yg benar "pengakuan algojo" atau "buku sejarah G-30s."


Joshua Oppenheimer: Dalam ‘The Act of Killing’ Anda lihat para pelakunya sendiri mengaku, menunjukkan apa yang mereka telah lakukan. Sebagai respon terhadap ‘The Act of Killing,’ Majalah Tempo mengeluarkan edisi khusus ganda di mana mereka mengirim 16 wartawan ke berbagai tempat di Indonesia untuk mengecek apakah yang ditampilkan di film ‘Jagal’ itu betul dan bertemu dengan para pelaku lain yang mau mengaku. Mereka menunjukkan bahwa ‘The Act of Killing’ adalah eksperimen yang dapat diulang kembali.

Apa yang dilakukan oleh para pelaku adalah sesuau yang dapat ditemukan di seluruh Indonesia, bukan hanya di Sumatera Utara. Dan para pembunuhnya sendiri, Anwar Congo, Adi Zulkadry, telah mengatakan mereka tahu bahwa G30S/PKI adalah sebuah kebohongan, buku sejarah telah berbohong. Tapi walaupun itu kebohongan, kebohongan itu adalah satu-satunya yang membuat mereka merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Jadi para pelakunya sendiri telah mengaku. Mereka tidak dituduh oleh korban, mereka sendiri menunjukkan apa yang telah mereka lakukan. Majalah Tempo sudah memastikan kebenaran pengakuan mereka dan lebih dari itu, mereka, para pelakunya sendiri sudah mengatakan propaganda tersebut adalah sebuah dusta.

Dalam film, Anda lihat agama diangkat beberapa kali. Salah satunya pada adegan adzan, saat Anwar mendengar suara adzan dan mengatakan pria yang melakukan adzan adalah seorang komunis dan seharusnya dibunuh. Untungnya dia tidak diserahkan ke Anwar, karena kalau itu terjadi ia pasti dibunuh. Bahwa dibilang kalau semua orang komunis adalah atheis, itu hanyalah topeng. Coba lihat bagaimana para pelaku dalam beragama. Kita lihat di film bagaimana para Pemuda Pancasila, Yapto Soerjosoemarno, bercanda dengan teman-temannya mengenai seorang pelacur yang berhubungan seks oral dengan enam pria. Mereka membuat lelucon tentangnya, mereka menghina sang perempuan dan mereka memulai sholat.

Ini adalah contoh praktek agama yang munafik, di mana Anda lihat agama digunakan sebagai topeng oleh para pelaku bukan oleh para korban. Ini terutama akan jelas dalam film baru saya, The Look of Silence, kami masih belum punya judulnya dalam Bahasa Indonesia. Film ini memberikan potret intim sebuah keluarga korban dan bagaimana mereka memandang para pelaku.

Your browser doesn’t support HTML5

Joshua Oppenheimer Jawab Pertanyaan Fans Facebook VOA


VOA: Pertanyaan kedua dari pemirsa VOA juga dari Facebook, Willy Alfarius. Adakah rencana membuat film lagi tentang sejarah di Indonesia yang terlupakan? Semisal penghilangan paksa aktivis di kerusuhan Mei 1998?

Oppenheimer: Saya senang dengan pertanyaan ini karena kita tidak boleh lupa bahwa beberapa kandidat calon presiden di Indonesia terlibat dengan penculikan para aktivis, bagaimana mereka lenyap, disiksa dan mungkin dibunuh. Saya punya film lain yang saya telah sebut akan dirilis mengenai sebuah keluarga korban. Mereka menemukan siapa yang membunuh anak mereka melalui para pelaku yang saya filmkan dan mereka menemui para pelaku tersebut. Film ini berjudul 'The Look of Silence.' Ini mungkin film terakhir saya mengenai Indonesia dan dari sini saya akan menyampaikan tongkat estafet kepada sutradara Indonesia. Tolong buat film Anda sendiri mengenai sejarah Anda dan Anda mendapat restu dan dukungan dari saya.