Parlemen Eropa menginginkan aturan baru mengenai limbah tekstil diberlakukan pada tahun 2028, dan mengerem apa yang disebut “fast fashion" istilah yang merujuk pada bisnis pakaian yang bergerak dengan cepat namun memberi dampak buruk bagi lingkungan. Singkat kata, limbah yang dihasilkan di blok tersebut kelak harus lebih mudah digunakan kembali, diperbaiki dan didaur ulang.
Namun, untuk mewujudkan itu bukanlah hal mudah. Salah satunya kendalanya adalah proses pemilahan limbah tekstil yang menjadi elemen penting daur ulang, yang seringkali rumit dan memakan waktu sehingga membutuhkan biaya besar.
Sebuah perusahaan di Swedia memberikan jawabannya. Perusahaan bernama Sysaf itu membangun fasilitas daur ulang berskala besar pertama di dunia yang secara otomatis memilah-milah limbah tekstil, yang disebut SIPTEX (Swedish innovation platform for textile sorting).
Your browser doesn’t support HTML5
Anna Vilén, ketua tim komunikasi Sysav membanggakan fasilitas itu.
“Kami mengelola limbah tekstil yang begitu banyak dan sangat tercampur. Di sini kami dapat memilah-milah berdasarkan seratnya, sehingga mempermudah proses daur ulang. Prosesnya cepat dan akurat, dan berlangsung secara otomatis.”
Fasilitas berteknologi tinggi di pinggiran kota Malmo, Swedia Selatan, ini dapat memilah hingga 4,5 ton limbah tekstil per jam dengan memanfaatkan cahaya inframerah.
Sensor-sensor yang terpasang kemudian dapat mengidentifikasi jenis serat pada limbah itu dan memilah-milahnya secara otomatis dengan menggunakan udara bertekanan.
“Mesin ini dapat memberi tahu kami dengan tepat komposisi serat apa. Jadi, yang kita punya pada akhirnya adalah tumpukan-tumpukan kain dengan kemurnian tertentu. Misalnya 95 persen kapas, yang bisa didaur ulang secara kimia pada langkah berikutnya,” kata Ville.
Benarkah yang dilakukan SIPTEX bisa mengatasi limbah tekstil? Banyak kritikus meragukannya, termasuk Else Skjold, seorang profesor di Akademi Seni Rupa Kerajaan Denmark. Ia mengatakan, apa yang dilakukan fasilitas itu tidak sepenuhnya mengatasi limbah tekstil. Ia menyarankan, yang seharusnya dilakukan industri tekstil adalah berhenti memproduksi dan menjual bahan-bahan murah secara luas.
“Ada pemikiran bahwa daur ulang limbah tekstil sama dengan ekonomi sirkular. Kenyataannya, ekonomi sirkular menuntut tekstil berkualitas tinggi, yang dapat didaur ulang berulang kali untuk jangka waktu yang sangat lama. Hal ini tidak mereka lakukan dan hingga saat ini belum ada,” jelasnya.
Sekitar 5,8 juta ton tekstil dibuang di Uni Eropa setiap tahunnya, atau setara dengan 11 kilogram per orang, sementara konsumsi tekstil meningkat hampir dua pertiganya menjelang tahun 2030. [ab/uh]