Swiss akan Jadi Tuan Rumah KTT Perdamaian tentang Ukraina 

Presiden Swiss Viola Amherd (kanan) mendengarkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berbicara dalam konferensi pers di Kehrsatz dekat Bern, Swiss, pada 15 Januari 2024. (Foto: Alessandro Della Valle/Pool/AFP)

Swiss pada Senin (15/1) mengumumkan akan menjadi tuan rumah konferensi tingkat tinggi perdamaian global mengenai Ukraina atas permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Perencanaan acara tersebut akan dimulai pada Selasa (16/1).

Dalam konferensi pers di Bern bersama Presiden Swiss Viola Amherd, Zelenkyy mendesak China, yang merupakan sekutu utama Rusia dan salah satu kekuatan utama dunia, untuk ikut serta dan membantu menyelesaikan konflik Ukraina dengan Rusia.

“Kami sangat ingin China terlibat dalam dalam formula (perdamaian) kami, demikian juga dalam pertemuan puncak itu,” ujarnya. “Tapi tidak semuanya tergantung pada keinginan kami.”

Zelenskyy tidak memberi tahu daftar lengkap peserta KTT tersebut, namun ia mengatakan, “Kami terbuka kepada semua negara yang menghormati kedaulatan dan integritas wilayah kami untuk mengikuti KTT perdamaian.”

Zelenskyy juga menyampaikan undangan tersebut kepada negara-negara Dunia Selatan, sebutan bagi negara-negara berkembang, yang sebagiannya masih menjalin hubungan diplomatik dengan Rusia.

BACA JUGA: Mantan Wali Kota Vladivostok akan Ikut Bertempur di Ukraina Setelah Divonis Bersalah Lakukan Korupsi 

“Kami ingin Dunia Selatan juga hadir… penting bagi kami untuk menunjukkan bahwa seluruh dunia menentang agresi Rusia, dan seluruh dunia menginginkan perdamaian yang adil,” tambahnya.

Rusia, yang tidak hadir di Forum Ekonomi Dunia yang sedang diselenggarakan di Davos, Swiss pekan ini, menolak mengikuti proposal perdamaian Ukraina.

“Tanpa keikutsertaan kami, diskusi apa pun tidak akan membuahkan hasil,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, hari Senin, ketika ditanya tentang diskusi yang diselenggarakan di Davos mengenai Ukraina.

“Ini hanya sekadar pembicaraan yang dilakukan demi menggelar diskusi saja,” tambahnya.

Peskov mengatakan, Moskow akan melanjutkan operasi militernya di Ukraina sampai semua tujuannya tercapai.

Ukraina mengatakan mereka tidak akan berhenti berjuang sampai semua tentara Rusia meninggalkan wilayahnya. Zelenskyy telah menetapkan bahwa perundingan apa pun yang dilakukan dengan Rusia adalah tindakan ilegal.

Zelenskyy mengatakan, “Tatanan yang berlandaskan aturan tentu harus dipulihkan untuk semua orang di seluruh dunia, tanpa kecuali.”

Ia menambahkan bahwa para pemimpin Rusia “percaya bahwa dengan kekerasan dan teror yang mereka lakukan, mereka dapat menegakkan tatanan lain, yang bersifat predator, tanpa aturan atau jaminan keamanan apa pun.”

Kremlin menganggap perang di Ukraina sebagai bagian dari perjuangan global yang lebih luas untuk melawan Barat, yang diyakini ingin memecah belah Rusia dan mencuri sumber dayanya. Pihak Barat membantah bertujuan menghancurkan Rusia.

Penasihat keamanan nasional dari 83 negara berkumpul di Davos hari Minggu (14/1), menjelang Forum Ekonomi Dunia, untuk membahas rencana perdamaian Ukraina yang berisi 10 poin, yang menguraikan sejumlah prasyarat dari Kyiv untuk mengakhiri perangnya dengan Rusia.

BACA JUGA: Korut Uji Coba Rudal Berbahan Bakar Padat dengan Hulu Ledak Supersonik

Tiongkok tidak hadir dalam perundingan tersebut.

Sementara itu, menteri luar negeri Korea Utara tengah melakukan kunjungan tiga hari ke Rusia, di tengah meningkatnya kekhawatiran dunia internasional atas dugaan kesepakatan kerja sama senjata antara kedua negara.

Delegasi yang dipimpin Menteri Luar Negeri Choe Son Hui itu tiba di Moskow hari Minggu, menurut Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA). Ia dijadwalkan bertemu dengan menteri luar negeri Rusia, Sergey Lavrov, hari Selasa (16/1), menurut juru bicara kementerian luar negeri Rusia, Maria Zakharova.

Kemlu Rusia mengatakan bahwa Choe berkunjung atas undangan Lavrov.

Amerika Serikat dan Korea Selatan mengatakan, Korea Utara telah memberi Rusia persenjataan, termasuk artileri dan rudal, untuk membantu Rusia menghadapi Ukraina.

Pemerintahan Biden mengatakan bahwa pihaknya memiliki bukti yang menunjukkan bahwa Korea Utara telah memberikan rudal kepada Rusia, yang telah digunakan di Ukraina. Dalam pernyataan bersama pekan lalu, AS, Korea Selatan dan mitra mereka mengatakan bahwa Korea Utara memasok rudal kepada Rusia dengan imbalan pengetahuan teknis dan militer yang berharga dari Rusia. [rd/rs]