Tabrakan Kapal Penjaga Pantai China dan Filipina Picu Ketegangan di Laut China Selatan

Kapal penjaga pantai China mengepung kapal sipil yang disewa oleh angkatan laut Filipina untuk mengirimkan pasokan ke kapal angkatan laut Filipina di Laut China Selatan (foto: ilustrasi).

Para analis mengatakan tabrakan terbaru antara kapal penjaga pantai China dan Filipina di dekat terumbu karang yang disengketakan di Laut China Selatan merupakan bagian dari kampanye Beijing untuk memaksa Manila melunakkan posisinya. Mereka mengatakan hal itu juga menimbulkan pertanyaan tentang apakah kedua negara dapat menjaga ketenangan, meskipun telah mencapai kesepakatan sementara untuk menghindari bentrokan pada bulan Juli.

Insiden hari Senin (19/8), yang mengakibatkan lubang menganga di kapal penjaga pantai Filipina, terjadi di dekat Beting Saibina, sebuah wilayah yang berada di dalam zona ekonomi eksklusif Filipina, atau ZEE. China mengatakan terumbu karang yang sebagian tenggelam itu merupakan bagian dari wilayahnya.

“China mencoba mengintimidasi Filipina dan memaksa mereka untuk mengurangi kehadiran penjaga pantai mereka di sekitar [terumbu karang yang disengketakan di Laut China Selatan,]” kata Collin Koh, seorang pakar keamanan maritim di Fakultas Studi Internasional S. Rajaratnam Singapura.

BACA JUGA: Latihan Militer Indonesia-China Tandai Sikap Nonblok Jakarta dalam Persaingan AS-China

Koh mengatakan insiden hari Senin di sekitar Beting Sabina itu adalah bentrokan pertama yang dilaporkan di dekat terumbu karang tersebut, dan menunjukkan bahwa penjaga pantai China menggunakan pendekatan sistematis untuk memaksakan klaim teritorialnya di dekat tiga titik sengketa utama di Laut China Selatan, termasuk Beting Second Thomas, Beting Scarborough, dan Beting Sabina.

“Bentrokan ini bukan lagi insiden yang terisolasi karena China menggunakan pendekatan sistematis di sekitar tiga titik sengketa itu dengan Filipina,” kata Koh kepada VOA melalui telepon.

China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, rute perdagangan internasional utama, termasuk wilayah di sekitar Beting Sabina. Klaim itu terlepas dari putusan tahun 2016 oleh Pengadilan Arbitrase Tetap di Den Haag bahwa klaim China tidak memiliki dasar hukum internasional.

Meskipun Beijing telah mencoba untuk membingkai tindakan penjaga pantai China sebagai “tindakan yang sah dan terbatas,” beberapa negara dengan cepat mengutuk tindakan China dan menyatakan dukungan terhadap upaya Manila untuk mempertahankan kepentingan teritorialnya.

Dalam sebuah pernyataan, Departemen Luar Negeri AS mengecam “tindakan berbahaya oleh Republik Rakyat China [RRT] terhadap operasi maritim Filipina yang sah di Laut China Selatan.” Pernyataan itu juga mengatakan bahwa tindakan kapal-kapal China tersebut merupakan contoh Beijing “menggunakan tindakan berbahaya dan eskalatif” untuk memaksakan “klaim maritim Laut China Selatan yang melanggar hukum.”

Sebagian analis mengatakan peningkatan frekuensi patroli yang dilakukan oleh Manila dan Beijing dapat meningkatkan risiko salah perhitungan di Laut China Selatan.

“Strategi China adalah mencoba mendorong musuh ke posisi di mana mereka mungkin melakukan kesalahan dan itu mungkin memberi Beijing pembenaran untuk menggunakan kekuatan yang lebih besar,” kata Stephen Nagy, pakar keamanan regional di Universitas Kristen Internasional di Jepang kepada VOA melalui telepon.

Namun, Koh mengatakan Beijing tidak mungkin meningkatkan ketegangan dengan Filipina menjadi konflik militer yang serius. [lt/ab]