Kementerian Dalam Negeri dan jaksa penuntut menyangkal tuduhan tersebut, meski belum ada tanggapan dari pihak berwenang atas tuduhan-tuduhan individual.
KAIRO —
Aktivis-aktivis hak asasi manusia mengatakan lebih dari 20.000 warga Mesir dipenjara di kantor polisi dan lembaga pemasyarakatan dan banyak tuduhan muncul bahwa para tahanan ini mengalami siksaan berat.
Beberapa tahanan pria muda mengatakan mereka secara rutin mendapat pelecehan seksual untuk menyiksa mental mereka.
Baik Kementerian Dalam Negeri dan jaksa penuntut telah menyangkal adanya penyiksaan, namun sejauh ini tidak ada respon dari pihak berwenang terhadap tuduhan-tuduhan individual.
Seorang mahasiswa berusia 19 tahun bernama Fadhy Samir Zakher, yang ditahan selama 39 hari di kantor polisi setelah ditahan karena ikut berdemonstrasi menentang kekuasaan militer, baru dibebaskan minggu lalu.
Ia mengatakan menghadapi pelecehan seksual selama interogasi.
"Mereka (polisi) menelanjangi saya dan 10 pemuda lainnya yang ditahan ketika kami tiba di kantor polisi Abdeen di Kairo. Mereka menutup mata para pemuda dengan celana dalam mereka sendiri dan juga banyak terjadi pemukulan," ujar Zakher.
"Polisi menggunakan tongkat dan tinju mereka, dan juga menendang para tahanan berulang kali."
Zakher mengatakan mereka menuduhnya anggota kelompok terlarang Ikhwanul Muslimin, yang telah disebut sebagai organisasi teroris. Ia terus menerangkan pada mereka bahwa hal itu tidak mungkin karena ia beragama Kristen Koptik.
Jarang dari mereka yang mendapatkan pelecehan seksual selama ditahan, baik pria maupun perempuan, mencari konseling profesional setelah dibebaskan, karena merasa malu dan adanya stigma-stigma budaya, ujar psikiater Ahmed Abdellah.
Sebanyak 16 organisasi hak asasi manusia Mesir telah mendesak diadakannya investigasi independen atas tuduhan yang meluas itu.
Dalam pernyataan tertulis kepada Dewan HAM PBB, Amnesty International menuduh pasukan keamanan Mesir melakukan pelanggaran HAM berat sejak Juli lalu ketika militer menggulingkan presiden Mohamed Morsi.
Amnesty menuduh militer dan polisi menggunakan kekuatan berlebihan untuk membubarkan demonstran dan menahan lawan politik, jurnalis dan pekerja LSM.
Beberapa tahanan pria muda mengatakan mereka secara rutin mendapat pelecehan seksual untuk menyiksa mental mereka.
Baik Kementerian Dalam Negeri dan jaksa penuntut telah menyangkal adanya penyiksaan, namun sejauh ini tidak ada respon dari pihak berwenang terhadap tuduhan-tuduhan individual.
Seorang mahasiswa berusia 19 tahun bernama Fadhy Samir Zakher, yang ditahan selama 39 hari di kantor polisi setelah ditahan karena ikut berdemonstrasi menentang kekuasaan militer, baru dibebaskan minggu lalu.
Ia mengatakan menghadapi pelecehan seksual selama interogasi.
"Mereka (polisi) menelanjangi saya dan 10 pemuda lainnya yang ditahan ketika kami tiba di kantor polisi Abdeen di Kairo. Mereka menutup mata para pemuda dengan celana dalam mereka sendiri dan juga banyak terjadi pemukulan," ujar Zakher.
"Polisi menggunakan tongkat dan tinju mereka, dan juga menendang para tahanan berulang kali."
Zakher mengatakan mereka menuduhnya anggota kelompok terlarang Ikhwanul Muslimin, yang telah disebut sebagai organisasi teroris. Ia terus menerangkan pada mereka bahwa hal itu tidak mungkin karena ia beragama Kristen Koptik.
Jarang dari mereka yang mendapatkan pelecehan seksual selama ditahan, baik pria maupun perempuan, mencari konseling profesional setelah dibebaskan, karena merasa malu dan adanya stigma-stigma budaya, ujar psikiater Ahmed Abdellah.
Sebanyak 16 organisasi hak asasi manusia Mesir telah mendesak diadakannya investigasi independen atas tuduhan yang meluas itu.
Dalam pernyataan tertulis kepada Dewan HAM PBB, Amnesty International menuduh pasukan keamanan Mesir melakukan pelanggaran HAM berat sejak Juli lalu ketika militer menggulingkan presiden Mohamed Morsi.
Amnesty menuduh militer dan polisi menggunakan kekuatan berlebihan untuk membubarkan demonstran dan menahan lawan politik, jurnalis dan pekerja LSM.