Tahun 2022 menjadi tahun dengan jumlah korban terbesar akibat bom tandan sejak 2008, ungkap laporan tahunan dari Koalisi Amunisi Tandan (CMC) yang dirilis pada Selasa (5/9). Sebanyak 95% korban bom tandan adalah warga sipil.
Bom tandan telah menewaskan atau melukai 1.172 orang pada tahun 2022, sebagian besar non-kombatan. Jumlah tersebut meningkat hampir delapan kali lipat dari tahun 2021. Jumlah korban tersebut termasuk 890 orang di Ukraina saja. Suriah, Irak, Lebanon, Laos, Azerbaijan, Myanmar, dan Yaman juga mencatat jumlah korban.
Menurut laporan tersebut, jumlah korban anak-anak mencapai 71% di mana banyak dari mereka yang menjadi korban dari sisa bom yang masih belum meledak dan menganggapnya sebagai mainan.
BACA JUGA: Serangan Bom di Perbatasan Myanmar Tewaskan 5 Orang, Lukai 11 OrangBom tandan menyebarkan bahan peledak di daerah yang luas. Sebagian bom tandan pada awalnya gagal meledak, sehingga bom-bom yang tidak terlihat – sebagaimana ranjau darat – dapat bertahan, dan membunuh serta melumpuhkan warga sipil bertahun-tahun setelah konflik berakhir. Setelah suatu daerah terkontaminasi, pedesaan yang digunakan untuk pertanian menjadi tidak dapat digunakan, rute-rute di mana bantuan kemanusiaan dapat dikirimkan menjadi tidak dapat dilalui.
Loren Persi, yang membantu menyunting laporan tersebut, menekankan perlunya "peningkatan akses terhadap layanan rehabilitasi [terutama di daerah terpencil yang dilanda perang]."
Saat ini, 124 negara mengakui larangan global terhadap bom tandan. Sesuai dengan Konvensi 2008 tentang Bom Tandan (Convention on Cluster Munitions 2008), negara-negara tersebut telah berkomitmen untuk membersihkan tanah yang terkontaminasi, membongkar persediaan terakhir bom-bom itu, dan membantu para korban.
"Semua negara yang belum melarang senjata ini harus segera melakukannya," kata Tamar Gabelnick, direktur CMC, mengacu pada beberapa pemain terbesar dalam geopolitik, seperti Amerika Serikat dan Rusia.
Sejak Februari 2022, Rusia telah berulang kali menghujani Ukraina dengan bom tandan. Ukraina juga telah menggunakan bom tandan, meskipun pada tingkat yang lebih rendah. Pada bulan Juli, AS mulai mentransfer muatan bom tandan 155mm yang ditimbun yang diantarkan oleh artileri ke Kyiv.
Sedikitnya 21 pemimpin pemerintahan dan pejabat dari seluruh dunia telah mengutuk keputusan tersebut, termasuk beberapa di antaranya yang mendukung upaya perang Ukraina.
BACA JUGA: AS: Korea Utara akan “Tanggung Konsekuensi” untuk Setiap Pasokan Senjata ke Rusia"Tidak masuk akal bahwa warga sipil masih sekarat dan terluka akibat bom tandan ini terjadi 15 tahun setelah senjata-senjata ini dilarang," kata Mary Wareham dari Human Rights Watch dalam sebuah konferensi pers di Jenewa.
Seperti Wareham, para aktivis khawatir peningkatan penggunaan bom tandan dapat mengurangi dukungan global terhadap larangan tahun 2008, dan secara permanen mengubah cara perang menjadi lebih buruk. [em/jm]