Selama dua tahun terakhir, suhu rata-rata global telah melampaui batas pemanasan yang dianggap berbahaya untuk pertama kalinya, menurut pemantau iklim Eropa pada Jumat (10/1). Sementara itu, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendesak agar dilakukan tindakan iklim yang lebih inovatif.
Meskipun ini tidak berarti ambang batas pemanasan 1,5 derajat Celsius yang disepakati secara internasional telah dilanggar secara permanen, PBB memperingatkan bahwa hal tersebut berada dalam "bahaya besar."
"Penilaian hari ini dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) jelas," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. "Pemanasan global adalah fakta yang dingin dan tak terbantahkan"
Ia menambahkan, "Suhu ekstrem pada 2024 memerlukan tindakan iklim yang inovatif pada 2025. Masih ada waktu untuk menghindari bencana iklim terburuk. Namun, para pemimpin harus bertindak -- sekarang."
WMO mengatakan enam set data internasional semuanya mengonfirmasi bahwa 2024 adalah tahun terpanas yang tercatat, memperpanjang "rekor suhu luar biasa yang memecahkan rekor" selama satu dekade.
Amerika Serikat menjadi negara terbaru yang melaporkan bahwa rekor suhu panasnya telah terpecahkan, mengakhiri tahun yang ditandai dengan tornado dan badai hebat.
Pengumuman tersebut muncul beberapa hari sebelum Presiden terpilih Donald Trump, yang telah berjanji untuk menggandakan produksi bahan bakar fosil, mulai menjabat.
Panas yang berlebihan memicu cuaca ekstrem, dan pada 2024, negara-negara mulai dari Spanyol hingga Kenya, Amerika Serikat, dan Nepal mengalami bencana yang menurut beberapa perkiraan mengakibatkan kerugian lebih dari $300 miliar.
Los Angeles saat ini tengah berjuang melawan kebakaran hutan mematikan yang menghangusan ribuan bangunan dan memaksa puluhan ribu orang mengungsi.
Peringatan Keras
Tahun dengan rekor baru diperkirakan tidak akan terjadi pada 2025, karena tenggat waktu PBB semakin dekat bagi negara-negara untuk berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Prediksi saya adalah tahun ini akan menjadi tahun terhangat ketiga," kata ilmuwan iklim terkemuka NASA, Gavin Schmidt, mengutip keyakinan Amerika bahwa tahun ini dimulai dengan La Nina yang lemah, pola cuaca global yang diperkirakan akan membawa sedikit pendinginan.
Analisis WMO terhadap enam kumpulan data menunjukkan suhu permukaan rata-rata global adalah 1,55 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.
"Ini berarti bahwa kita mungkin baru saja mengalami tahun kalender pertama dengan suhu rata-rata global lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas rata-rata tahun 1850-1900," katanya.
BACA JUGA: Hutan Amazon Brasil Alami Kebakaran Terbanyak dalam 17 TahunPemantau iklim Eropa, Copernicus, yang menyediakan salah satu kumpulan data, menemukan bahwa kedua tahun terakhir telah melampaui batas pemanasan yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015.
Suhu global telah melonjak "melampaui apa yang pernah dialami manusia modern", katanya.
Para ilmuwan menekankan bahwa ambang batas 1,5 derajat Celsius dalam Perjanjian Paris mengacu pada kenaikan suhu yang berkelanjutan selama beberapa dekade, memberikan secercah harapan.
Namun, Johan Rockstrom dari Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim menyebut tonggak sejarah itu sebagai "tanda peringatan yang jelas."
"Kita sekarang telah merasakan pertama kali dunia mencapai 1,5 derajat Celsius, yang telah menyebabkan penderitaan dan kerugian ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi masyarakat dan ekonomi global," katanya kepada AFP.
Di Ambang Kehancuran
Hampir 200 negara sepakat di Paris pada 2015 bahwa mencapai 1,5 derajat Celsius memberikan peluang terbaik untuk mencegah dampak paling dahsyat dari perubahan iklim.
Namun, dunia masih jauh dari jalur yang benar.
Sementara catatan Copernicus berasal dari 1940, data iklim lainnya dari inti es dan lingkaran pohon menunjukkan bahwa Bumi sekarang kemungkinan besar menjadi yang terhangat dalam puluhan ribu tahun terakhir.
Para ilmuwan mengatakan setiap fraksi derajat di atas 1,5 derajat Celsius sangat penting — dan bahwa melampaui titik tertentu, iklim dapat berubah dengan cara yang sulit diprediksi.
Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah membuat kekeringan, badai, banjir, dan gelombang panas semakin sering dan lebih intens.
Meninggalnya 1.300 jemaah haji di Arab Saudi akibat cuaca panas ekstrem, serangkaian badai tropis yang dahsyat di Asia dan Amerika Utara, serta banjir bersejarah di Eropa dan Afrika menandai tonggak suram pada 2024. [ah/ft]