Taiwan, Sabtu (13/1), menggelar pemilihan presiden dan parlemen yang dianggap China sebagai pilihan antara perang dan perdamaian. Pemungutan suara tersebut dilakukan di tengah meningkatkan tekanan dari Beijing untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan atas pulau itu.
Taiwan menjadi kisah sukses demokrasi sejak mengadakan pilpres langsung pertamanya pada 1996. Pemilu tersebut merupakan puncak dari beberapa dekade perjuangan Taiwan dalam melawan pemerintahan otoriter dan hukum militer.
Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, yang memperjuangkan identitas Taiwan yang terpisah dan menolak klaim teritorial China, sedang mengupayakan masa jabatan ketiga lewat kandidatnya Lai Ching-te. Lai menjabat sebagai wakil presiden pada pemerintahan saat ini.
Berbicara kepada wartawan di kota selatan Tainan sebelum memberikan suara, Lai mendorong masyarakat untuk memberikan suara mereka.
“Setiap suara dihargai, karena ini adalah demokrasi yang diperoleh dengan susah payah di Taiwan,” katanya dalam sambutan singkatnya.
Menjelang pemilu, China berulang kali mengecam Lai sebagai separatis berbahaya dan menolak seruan berulang kali darinya untuk melakukan pembicaraan. Lai mengatakan dia berkomitmen untuk menjaga perdamaian di Selat Taiwan, dan terus meningkatkan pertahanan pulau itu.
BACA JUGA: Menlu AS Desak China Jaga Stabilitas Lintas Selat saat Taiwan Gelar PemiluKementerian Pertahanan Taiwan mengatakan pada Sabtu (13/1) pagi bahwa pihaknya kembali melihat balon-balon China melintasi Selat Taiwan, bahkan salah satunya terbang di atas Taiwan. Kementerian mengecam serentetan balon yang dilaporkan melintasi selat tersebut sebagai perang psikologis dan menjadi ancaman terhadap keselamatan penerbangan dalam sebulan terakhir.
Lai menghadapi dua lawan untuk menjadi presiden – Hou Yu-ih dari partai oposisi terbesar Taiwan, Kuomintang (KMT), dan mantan Wali Kota Taipei Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) kecil, yang baru didirikan pada 2019.
Hou ingin memulai kembali keterlibatan dengan pertukaran antarindividu. Ia, seperti China, menuduh Lai mendukung kemerdekaan resmi Taiwan. Lai mengatakan bahwa Hou pro-Beijing, suatu tudingan yang dibantah Hou.
Sementara Ko mendapatkan basis dukungan yang besar, terutama di kalangan pemilih muda, karena ia fokus pada isu-isu penting seperti tingginya biaya perumahan. Dia juga ingin melibatkan kembali China. Namun ia bersikeras bahwa hal itu tidak boleh mengorbankan perlindungan demokrasi dan cara hidup Taiwan.
Pemilihan parlemen juga sama pentingnya bagi Taiwan, terutama jika tidak satupun dari ketiga partai tersebut mampu memperoleh suara mayoritas. Hal tersebut berpotensi menghambat kemampuan presiden terpilih untuk mengesahkan undang-undang dan anggaran negara, terutama untuk sektor pertahanan.
Pemungutan suara dibuka selama delapan jam dan ditutup pada pukul 16.00 waktu setempat. [ah]