Taliban akhirnya mengeluarkan pernyataan, Kamis (4/8), beberapa hari setelah serangan pesawat nirawak AS yang menewaskan pemimpin tertinggi Al Qaeda di ibu kota Afghanistan. Kelompok ini mengakui tewasnya Ayman al-Zawahiri dan berjanji akan menggelar penyelidikan.
Pembunuhan al-Zawahiri di balkon rumah persembunyian di Kabul hari Minggu mempertegang hubungan antara Taliban dan Barat, khususnya karena kelompok yang kini memerintah Afghanistan ini sedang mencari suntikan dana tunai untuk menangani bencana ekonomi di sana.
“Pemerintah dan kepemimpinan Taliban sama sekali tidak mengetahui keberadaannya di sana (Afghanistan, red),'' kata Suhail Shaheen, kepala kantor politik kelompok itu di Doha, Qatar, kepada the Associated Press dalam sebuah pesan teks.
Klaim Taliban ini bertentangan langsung dengan apa yang dikatakan para pejabat AS tentang serangan itu. Mereka mengatakan al-Zawahiri tinggal di rumah seorang pembantu utama pemimpin senior Taliban Sirajuddin Haqqani. Haqqani adalah wakil kepala Taliban, menjabat sebagai menteri dalam negeri di pemerintahannya dan mengepalai jaringan Haqqani, sebuah faksi kuat dalam gerakan tersebut.
Berdasarkan Kesepakatan Doha 2020 dengan AS, Taliban bahkan berjanji tidak akan menampung anggota Al Qaeda atau mereka yang ingin menyerang AS. [ab/uh]