Taliban Serukan Pengakuan Dunia Internasional

Zabiullah Mujahid, kiri, juru bicara pemerintah Taliban, berbicara dalam konferensi pers di Kabul, Afghanistan, 30 Juni 2022. (Foto: AP)

Sebuah pertemuan akbar yang dihadiri ribuan pemimpin agama laki-laki Taliban berakhir pada Sabtu (2/7). Pertemuan tersebut menghasilkan permintaan terhadap pemerintah asing untuk secara resmi mengakui pemerintahan mereka. Meski demikian Taliban tetap tidak membuat sinyal perubahan terkait tuntutan internasional, seperti pembukaan sekolah bagi perempuan.

Perekonomian Afghanistan telah jatuh ke dalam krisis karena pemerintah Barat telah menarik dana bantuan dan menerapkan sanksi secara ketat. Negara-negara Barat mengatakan bahwa pemerintah Taliban perlu mengubah haluan terkait masalah hak asasi manusia, terutama perempuan.

"Kami meminta negara-negara regional dan internasional, terutama negara-negara Islam ... untuk mengakui Imarah Islam Afghanistan ... melepaskan semua sanksi, mencairkan dana (bank sentral) dan (memberikan) dukungan terhadap pembangunan Afghanistan," kata para peserta pertemuan itu dalam sebuah pernyataan. Pemerintah Taliban belum diakui secara resmi oleh negara mana pun.

BACA JUGA: Taliban Serukan Pencairan Dana Pasca Gempa

Pemimpin kelompok itu juga turut ikut dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga hari dan diikuti lebih dari 4.000 orang pada Jumat (30/6). Ia menyampaikan pidato di mana ia memberi selamat kepada para peserta atas kemenangan Taliban dan menggarisbawahi kemerdekaan negara itu.

Taliban kembali mengumumkan bahwa semua sekolah akan dibuka pada bulan Maret, membuat banyak murid perempuan di sekolah menengah menangis dan menuai kritik dari pemerintah Barat.

BACA JUGA: Taliban: AS adalah Rintangan Terbesar Pengakuan Diplomatik

Dalam pidato yang disiarkan di televisi pemerintah, sejumlah kecil peserta mengangkat isu pendidikan anak perempuan dan perempuan. Wakil pemimpin dan Menteri Dalam Negeri Taliban, Sirajuddin Haqqani, mengatakan dunia telah menuntut pemerintah dan pendidikan inklusif dan masalah ini akan memakan waktu.

Namun pemimpin tertinggi kelompok itu, Haibatullah Akhundzada, yang biasanya tinggal di selatan Kota Kandahar dan jarang muncul di depan umum, mengatakan orang asing tidak boleh memberi perintah.

Pernyataan akhir pertemuan itu mengatakan pertahanan Imarah Islam adalah wajib dan bahwa kelompok militan ISIS, yang mengatakan berada di balik beberapa serangan di negara itu, adalah ilegal. [ah]