Jika Anda melangkahkan kaki ke taman komunitas, Danny Woo, sebuah lokasi terhijau di distrik Pecinan-Internasional di Seattle, akan mudah bagi Anda untuk melupakan bahwa Anda berasa di tengah kota yang sibuk.
Taman ini didirikan pada tahun 1975, ketika pembangunan jalan raya antarnegara bagian, Interstate 5, membelah daerah Pecinan, serta menggusur beberapa usaha kecil.
Pemimpin lokal ingin menyediakan perumahan yang terjangkau dan tempat berinteraksi yang berarti bagi penduduk masyarakat yang paling rentan, yaitu pengungsi dan imigran. lanjut usia.
"Saat ini kami memiliki sekitar 65 tukang kebun dan 80 petak lahan untuk mereka. Jadi, usia rata-rata tukang kebunnya adalah 70, 78 untuk tahun ini. Taman ini memprioritaskan warga berpenghasilan rendah yang tidak bisa berbicara bahasa Inggris," kata KaeLi Deng, Manajer Taman Komunitas Danny Woo kepada VOA.
Tukang kebun bernama Su Qin Wu mengatakan dia dulu bekerja di salon kecantikan di China dan tidak pernah menyangka akan menjadi tukang kebun di Amerika.
Katanya, ia datang ke Amerika untuk belajar cara bercocok tanam sayuran. Selain aktif berkegiatan setiap harinya, menurut Su Qin Wu, di Amerika udaranya bagus, dan ia bisa berteman.
Sayuran yang ia tanam dapat dimakan, dan dibagikan kepada teman-teman jika ia tidak bisa menghabiskannya. Ia sangat bahagia. Ia datang ke kebun dua kali sehari, bahkan terkadang tiga kali sehari.
Yiqui Yang mendapat lahan di Danny Woo tujuh tahun lalu, ketika dia pindah ke perumahan umum tepat di atas wilayah taman tersebut. Dia bilang dia menanam krisan yang memiliki manfaat sebagai antiradang dan menggunakan daunnya untuk makanan seperti salad dan sup. Dia bilang rasanya mengingatkannya pada Nanjing, kampung halamannya.
Yiqui Yang mengatakan, ia tidak hanya memberi makan keluarga dan teman-temannya, tetapi ia juga dapat memberikan makanan ke kebun, dan ia bersyukur karena dapat melakukan itu, juga untuk komunitas yang terasa seperti di rumah sendiri.
Komunitas yang lebih luas pun turut membantu, sehingga taman itu tak pernah kekurangan relawan. Mahasiswa jurusan Arsitektur dari Universitas Washington juga ikut menyumbangkan struktur yang indah, untuk menghormati tradisi Jepang.
Setahun sekali, penduduk antre untuk membantu acara Babi Panggang Tahunan, suatu tradisi Filipina yang dimulai lebih dari 40 tahun yang lalu. Relawan Marcus Clark telah membantu selama 15 tahun.
Kepada VOA, ia mengatakan orang-orang datang dan pergi sepanjang malam. Beberapa dari kami bahkan sampai menginap. Ini merupakan sebuah dedikasi yang tinggi. Mereka hanya memutar alat pemanggang babinya dan menjaga panggangan agar tetap panas.
Babi itu dipanggang selama sekitar 12 jam. Kemudian mereka mengambilnya dan memotongnya menjadi beberapa bagian, menyajikannya dengan berbagai hidangan sumbangan lainnya.
Keesokan harinya pada siang hari, makanan disajikan kepada para tukang kebun, dengan beragam sayuran lokal, yang membuat hidangan tersebut terasa sempurna. [di/uh]