Terinspirasi oleh Indonesia di mana ia dilahirkan, diaspora Indonesia, Emelie Conroy yang memiliki latar belakang di bidang pemasaran untuk fesyen di Amerika, mendirikan bisnis tas dibawah jenama “Everina” di Los Angeles, California.
Semua ini berawal setelah Emelie melihat hasil kreasi yang unik dan berkualitas dari para artisan di Bali dan Yogyakarta, saat berlibur bersama keluarganya.
“Sangat indah dan dibuat dengan sangat baik, tapi aku belum banyak melihat di Amerika yang brand-nya adalah brand purely orang Indonesia yang punya and everything in that collection is handmade in Indonesia,” jelas Emelie Conroy saat ditemui oleh VOA.
Bahan Ramah Lingkungan
Melalui Everina, Emelie yang juga berperan sebagai creative director, fokus pada beragam jenis tas yang terbuat dari bahan-bahan berkelanjutan atau sustainable yang ramah lingkungan, seperti rotan, eceng gondok dan rumput ate dari Indonesia.
“Dari tahun 2018-17 tuh animonya di fashion sebenarnya sudah menuju ke fashion green atau sustainable fashion. Jadi mulai dari situ aku melihat bahwa kenapa enggak Indonesia juga dengan adanya Everina meng-highlight bahwa kita juga bisa memproduksi sustainable fashion,” ujar perempuan yang memiliki latar belakang di bidang pemasaran fesyen di AS ini.
Upaya para desainer seperti Emelie yang menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan seperti eceng gondok ikut didukung oleh Gondan Puti Renosari, direktur konservasi untuk Asia Pasifik dari organisasi nirlaba, “The Nature Concervancy” yang berpusat di Virginia, AS.
“Karena manfaatnya bisa banyak nih. Selain berpotensi untuk mengurangi laju penyebaran spesies infasif ini, penggunaan eceng gondok sebagai bahan dasar produk-produk fesyen, juga dapat mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan jika bahan dasarnya diproduksi dan bukan dari alam,” kata Gondan Puti Renosari kepada VOA.
Bangun Kerjasama Etis
Berdiri sejak tahun 2017, seluruh produk Everina adalah asli buatan tangan para pengrajin di Banten, Tangerang, dan Yogyakarta. Salah satunya, Ieko Damayanti, pendiri usaha di bidang kerajian eceng gondok di Tangerang.
Setiap dua atau tiga bulan, Ieko yang sudah pernah bekerjasama dengan buyer di Ukraina dan Israel, mengirim hasil tas-tas hasil karyanya ke Los Angeles. Menurut Ieko, dampak dari kerjasamanya dengan Emelie “sangat-sangat luar biasa.”
“Positif banget buat usaha aku, karena dengan kita bekerjasama dengan kak Emelie misalnya, itu artinya kita sudah melakukan ekspor. Ada kebanggaan tersendiri. Terus senang sekali, ketika product kita diminati sama warga selain Indonesia gitu ya,” ujarnya Ieko Damayanti kepada VOA.
Proses pembuatan tas biasanya memakan waktu sekitar 6-9 bulan, mulai dari pemberian hasil desain kepada artisan di Indonesia, hingga proses pengiriman sampel.
Tidak hanya menggunakan bahan-bahan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, yang terpenting bagi Emelie dalam membangun “Everina” adalah mengedepankan kesejahteraan dan kerjasama yang etis dengan para pengrajin di Indonesia. Salah satunya dengan upah yang wajar dan adil.
“Kita percaya bahwa harga-harga technically yang dikasih artisan itu adalah (harga terbaik) yang mereka patut untuk dibayar. Jadi biasanya aku enggak menego harga sama mereka. (Kami juga memastikan bahwa) mereka punya (kondisi tempat kerja yang) sehat, bersih, dan juga tidak ada anak-anak yang bekerja di situ,” jelas Emelie.
Tersebar di Berbagai Penjuru AS
Kini, produk-produk Everina yang berwarna-warni dihargai sekitar 100 hingga 200 dolar AS atau setara dengan 1.5-3 juta rupiah sudah bisa ditemukan di sekitar 120 butik di AS, antara lain di negara bagian Florida, Texas, dan South Carolina.
Your browser doesn’t support HTML5
“Mungkin juga warna-warna dan desain-desain kita sangat disuka oleh wanita-wanita di daerah selatan,” cerita Emelie.
“Ketika mereka memasuki ruangan, mereka ingin menjadi pusat perhatian. Makanya tas-tas kita ini, mereka bilangnya, it’s a novelty bag, jadi tas-tas yang unik gitu,” tambahnya.
Melalui dukungan dari Indonesian Trade Promotion Center di Los Angeles yang merupakan bagian dari Kementerian Perdagangan RI, Emelie juga kerap mengikuti pameran-pameran bergengsi di AS, seperti “Magic Fashion Trade Show” di Las Vegas, di mana ia bertemu dengan para pembeli dari berbagai penjuru Amerika.
“Mereka selalu nanya, apalagi kalau mereka belum tahu brand kita. ‘Ini bikin di mana? Bikin di Bali. Oh my Gosh, kita pernah ke bali.’ Terus, ‘kenapa ini bisa eco-friendly? Kenapa bisa ethically made?’” kata Emelie.
Jadi Sorotan di AS
Belum lama ini produk-produk Everina disorot oleh majalah fesyen ‘Vogue’ versi Inggris dan ‘The Daily Front Row’ di AS.
Tidak hanya itu, kerja keras Emelie berhasil membuahkan penghargaan Design Excellence Awards tahun 2022 dari asosiasi dagang nirlaba, Accessories Council di New York, untuk koleksi tas Everina yang diberi nama ‘Sunny.’
“Dia itu handle bag, bahannya water hyacinth atau eceng gondok, terus kita tambahkan aksen akrilik ini seperti marble, tapi bukan marble, lalu kita tambahkan juga ada chain warna emas,” jelas Emelie.
Presiden Accessories Council, Karen Gibson, menyebut bahwa produk ‘Sunny’ ini tidak hanya menjadi produk paling laris yang dijual melalui situs FashionGo yang menjual produk dalam jumlah yang besar, tetapi juga sangat spesial, karena menggunakan bahan yang berkelanjutan.
“Emelie juga memberdayakan pekerja lokal yang kebanyakan adalah perempuan di Indonesia. Jadi (ini merupakan) pekerjaan yang etis, (ia) memperlakukan pekerjanya dengan cara yang adil, dan menciptakan produk yang indah, tidak peduli dari mana asalnya. Semua ini dilakukan tidak hanya untuk menghasilkan produk yang indah untuk Anda dan saya, tetapi juga untuk membantu orang lain,” ujar Karen Gibson kepada VOA.
Selain mendukung penggunaan bahan yang berkelanjutan dan membantu para pengrajin di Indonesia, yang tak kalah penting bagi Emelie dalam membangun bisnisnya adalah melihat pelanggannya bahagia.
“Jadi selalu ingat gitu value apa yang mau kamu kasih ke customer. Misalkan kalau kita value-nya adalah kita sustainable fashion dan kedua memberikan suatu product yang bisa bikin customer happy,” pungkasnya. [di/dw]