Tekanan pada Rusia Meningkat setelah Putin Siagakan Pasukan Penangkal Nuklir

Polisi menangkap seorang demonstran yang membawa poster bertuliskan, "Perang dengan Ukraina merupakan sebuah kejahatan dan hal yang memalukan," dalam aksi protes menentang agresi Rusia terhadap Ukraina di Omsk, Rusia, pada 27 Februari 2022. (Foto: AP/Evgeniy Sofiychuk)

Pasukan penangkal nuklir Rusia bersiaga tinggi menjelang sesi khusus darurat Majelis Umum PBB pada Senin (28/2). Sesi itu akan menyerukan peningkatan tekanan diplomatik terhadap Moskow karena menginvasi Ukraina.

Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan menteri pertahanannya untuk menempatkan pasukan nuklir dalam “rezim tugas tempur khusus” pada Minggu (27/2). Ia mengatakan bahwa kekuatan NATO telah membuat “pernyataan agresif” dan memberlakukan sanksi keuangan karena menginvasi Ukraina.

BACA JUGA: Putin Perintahkan Pasukan Penangkal Nuklir untuk Waspada

Setelah pemungutan suara dalam sebuah sesi khusus PBB, Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan Rusia “tidak berada di bawah ancaman NATO, aliansi pertahanan yang tidak akan berperang di Ukraina. Ini adalah langkah eskalasi dan tidak perlu yang mengancam kita semua. Kami mendesak Rusia untuk mengurangi retorika berbahayanya mengenai senjata nuklir.”

Seorang pejabat pertahanan AS mengatakan kepada para wartawan bahwa keputusan Rusia untuk menyiagakan penangkal nuklirnya adalah langkah yang "tidak perlu" dan merupakan tindakan "eskalasi."

"Kami yakin kami memiliki kemampuan untuk membela tanah air dan membela sekutu-sekutu dan mitra-mitra, dan itu termasuk dengan upaya pencegahan strategis," kata pejabat itu. Ia menolak membahas lebih lanjut upaya pencegahan nuklir yang dilakukan AS.

Rusia memilih untuk menolak sesi khusus Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara yang akan diadakan pada Senin (28/2). Tapi Rusia tidak bisa menggunakan hak veto dalam pemungutan suara prosedural itu. China, Uni Emirat Arab dan India abstain mengenai pertemuan khusus tersebut. [vm/rs]