Teken Pakta Keamanan, AS Pasok Peralatan Senilai $12,4 Juta ke Papua Nugini

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (kiri) dan Menteri Pertahanan Papua Nugini Win Bakri Daki (kanan) menandatangani perjanjian keamanan di Forum Kerjasama India-Kepulauan Pasifik di APEC Haus di Port Moresby, 22 Mei 2023. (ADEK BERRY / AFP)

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menandatangani kesepakatan kerja sama dalam bidang pertahanan dan keamanan maritim, dalam lawatannya ke Papua Nugini. Hal tersebut dilakukan di tengah pengaruh China yang semakin besar di wilayah negara kepulauan Pasifik itu.

Blinken menggantikan posisi Presiden AS Joe Biden, yang terpaksa mempersingkat perjalanan Asia-Pasifiknya untuk kembali ke Washington, karena harus merundingkan masalah plafon utang AS dengan Ketua DPR. Jika tidak dibatalkan, Biden tadinya akan menjadi presiden AS pertama yang mengunjungi Papua Nugini.

Dalam kunjungan tersebut, Blinken bertemu dengan anggota Forum Kepulauan Pasifik, sebuah kelompok kebijakan yang mencakup Papua Nugini dan negara-negara lain di kawasan itu. Blinken juga menandatangani kesepakatan dengan pemerintah Papua Nugini.

Perjanjian AS dan Papua Nugini tersebut mencakup pengembangan infrastruktur militer, meningkatkan dukungan AS untuk Angkatan Pertahanan Papua Nugini dan kerja sama dalam memerangi aktivitas ilegal di laut lepas.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (kiri) dan Perdana Menteri Papua Nugini James Marape usai penandatanganan perjanjian baru pakta keamanan di Port Moresby, Papua Nugini Senin, 22 Mei 2023. (Australian Broadcasting Corp. via AP)

Sejumlah pejabat AS mengatakan bahwa Washington memasok alat pelindung diri senilai $12,4 juta kepada Pasukan Pertahanan Papua Nugini, termasuk di antaranya helm balistik, jaket antipeluru dengan pelat baja, bantalan siku, bantalan lutut, dan pelindung mata, untuk kegiatan patroli di perbatasan, dan operasi keamanan di dalam negeri.

Sekretaris Kementerian Luar Negeri, Elias Wohengu, mengatakan kesepakatan pertahanan tersebut akan membuat negaranya dapat mempertahankan kedaulatan. Perjanjian tersebut, kata dia, juga sejalan dengan undang-undangnya. Dalam jumpa pers, Wohengu menegaskan kepada wartawan bahwa tidak ada regulasi Papua Nugini yang akan diamandemen terkait dengan kesepakatan dengan AS itu.

Menteri Wohengu membuat pernyataan tersebut di tengah rumor bocornya sejumlah dokumen kesepakatan kerja sama pertahanan yang memicu perdebatan dan menimbulkan pertanyaan apakah kesepakatan semacam itu dapat mengganggu keamanan nasional.

“Tidak ada kekebalan bagi personel (militer) asing mana pun yang akan memimpin di Papua Nugini. Jika kejahatan dilakukan, hukuman akan diterapkan. Kepada siapa pun yang menyebarkan desas-desus bahwa kami akan memberikan kekebalan, dalam perjanjian ini tak ada fakta yang membenarkan kebohongan tersebut," ujar Wohengu.

BACA JUGA: AS Buka Kedutaan Besar di Kepulauan Solomon untuk Tangkal Pengaruh China

Sejak kemerdekaannya pada 1975, Papua Nugini telah menandatangani perjanjian keamanan serupa dengan Australia dan Indonesia. Wohengu menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak akan membatasi Papua Nugini untuk menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan serupa dengan negara-negara lain di masa mendatang.

Secara terpisah, kesepakatan maritim yang diteken tersebut diharapkan akan mencakup kegiatan transnasional ilegal di laut lepas.

Pejabat AS mengatakan perjanjian maritim tersebut akan memungkinkan Penjaga Pantai AS bekerja sama dengan patroli Angkatan Laut PNG untuk memerangi penangkapan ikan ilegal.

Terlepas dari masalah keamanan, perubahan iklim juga menjadi salah satu isu utama dalam kerja sama antara AS dan Papua Nugini.

BACA JUGA: Kepulauan Solomon Menolak Teken Deklarasi Bersama AS-Kepulauan Pasifik

Departemen Luar Negeri mengatakan bahwa melalui USAID, AS akan memberikan tambahan dana sebesar $12,5 juta untuk membantu Papua Nugini memperkuat sumber daya dan sistem penting yang diperlukan untuk membuat masyarakat lebih tahan terhadap iklim. Bantuan tersebut juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan listrik Papua Nugini.

China Menentang Permainan Geopolitik

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin, pengarahan baru-baru ini, mengatakan Beijing menentang "setiap permainan geopolitik apa pun ke wilayah negara Kepulauan Pasifik." Komentar tersebut dicetuskan menyusul pengumuman kunjungan Blinken ke Papua Nugini.

Paul Rowland, analis urusan luar negeri yang tinggal di Papua Nugini, mengatakan keterlibatan AS dengan negara-negara Kepulauan Pasifik telah meningkat sejak 2018 ketika Wakil Presiden Pence saat itu mengunjungi Kepulauan Solomon. Dia mencatat bahwa pejabat China melakukan perjalanan ke wilayah itu tiga kali sejak 2018, dan menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon pada 2022.

BACA JUGA: Pemimpin Kepulauan Solomon Kesampingkan Pangkalan China

Rowland mengatakan ada sejarah panjang terkait keterlibatan AS dengan wilayah tersebut.

“Jika Anda pergi ke sejumlah pulau (di kawasan tersebut), ada tempat yang disebut Ironbottom Sound, yaitu — ada semacam kapal Jepang dan Amerika dan Australia di dasar laut, tempat peperangan besar terjadi. Jadi, ini mundur hampir satu abad. Jadi itu bukan hal baru. Apa yang baru adalah jenis keterlibatan yang sebenarnya. Pembukaan misi diplomatik baru. Pembukaan pangkalan militer baru di Papua Nugini, misalnya, Angkatan Laut dan militer AS bersama Australia, membantu merekondisi dan meningkatkan fasilitas angkatan laut di Papua Nugini,” jelas Rowland.

Baru-baru ini, AS membuka kembali kedutaannya di Kepulauan Solomon setelah absen selama 30 tahun. Washingtong juga berencana untuk membuka kedutaan di Vanuatu dan Tonga. [ah/es]

Sejumlah informasi berita tersebut diambil dari Associated Press, Reuters., dan VOA.