Biaya tempat tinggal dan kuliah yang semakin tinggi membuat banyak mahasiswa di California menjadi tunawisma dan tidak dapat menyewa sebuah kamar di asrama mahasiswa. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebuah organisasi di Universitas di California yang dijalankan oleh mahasiswa membuka tempat penampungan bagi mahasiswa yang tidak memiliki tempat tinggal. Reporter VOA, Angelina Bagdasaryan mengunjungi salah satu tempat penampungan tersebut.
Maritza Lopez dan orang tuanya serta ketujuh saudaranya tinggal di sebuah apartemen yang memiliki satu kamar tidur yang kecil. Ia sering membantu ibunya yang bekerja membersihkan rumah majikannya.
"Saya biasa memandang ijazah putra putri majikan ibu saya. Saya ingin memiliki sesuatu yang berbeda untuk saya dan keluarga saya, dan saya kira, saya tidak akan beranjak ke mana-mana jika saya tetap melakukan siklus yang sama. Jadi saya ingin memutuskan siklus tersebut," jelas Maritza.
Maritza kemudian mengikuti kuliah, namun sebagian besar waktunya dipergunakan untuk bekerja agar dapat membayar uang sewa kamar yang berukuran sangat kecil. Naiknya harga sewa kamar membuat ia tidak lagi mampu membayar uang sewa. Tempat penampungan mahasiswa itu membantunya untuk bertahan.
Pendeta Eric Shafer, pendeta senior di Mount Olive Lutheran Church bekerjasama dengan lulusan Universitas California di Los Angeles untuk membuka tempat penampungan mahasiswa pada tahun 2016.
"Sekitar 20 persen dari jumlah mahasiswa di California Community Colleges adalah tunawisma, Bayangkan, 20 persen!! Sebagian mahasiswa yang rentan terhadap masalah tersebut adalah mereka yang berasal dari keluarga tunggal, mahasiswa gay yang diusir oleh keluarganya, mahasiswa yang tidak memiliki dokumen resmi dan mahasiswa internasional yang kehabisan uang," jelas Pendeta Eric Shafer.
Sebelum tinggal di tempat penampungan mahasiswa, sebagian mahasiswa tersebut tinggal di dalam mobil, perpustakaan atau tinggal di dalam tenda di pinggir jalan.
"Mahasiswa-mahasiswa kami, bahkan di universitas bergengsi seperti UCLA dan USC, berupaya mendapat beasiswa, pinjaman dari bank dan orang tua untuk dapat kuliah. Mereka memiliki cukup uang untuk membayar uang kuliah, namun tidak cukup untuk membayar uang sewa kamar," imbuhnya.
Tempat penampungan mahasiswa itu dapat menampung sepuluh mahasiswa berusia 18 hingga 24 tahun. Mereka dapat memasuki tempat penampungan tersebut mulai jam 7 malam hingga 7 pagi. Tempat penampungan itu dilengkapi dengan kamar mandi, ruang belajar dan para sukarelawan menyediakan makan malam setiap hari.
"Kami menyiapkan makan malam bagi setiap orang dan kami ikut menyantap makan malam bersama. Rasanya sangat berarti, ikut dapat berkontribusi dan memberi dampak yang besar di tempat penampungan ini," kata Anna, seorang relawan.
Mahasiswa itu dapat tinggal sepanjang tahun ajaran akademik dan tempat penampungan itu juga ikut membantu mahasiswa dalam membayar uang sewa apartemen pada bulan pertama. Tempat penampungan itu membuahkan hasil yang tidak dapat terbayangkan sebelumnya.
Your browser doesn’t support HTML5
"Anda tahu, mahasiswa di tempat penampungan ini bisa saja menyelamatkan nyawa Anda suatu hari karena profesinya sebagai dokter, mereka bisa menjadi apa saja, dapat menjadi pengacara Anda, menjadi pendeta, dokter, teman dan Anda menolong mereka untuk memulainya," tambah Pendeta Shafer.
Dengan bantuan dari tempat penampungan itu, Lopez mampu menyewa sebuah apartemen. Ia mengatakan, banyak mahasiswa yang memiliki kesulitan seperti dirinya, merasa malu, namun ia tidak merasa malu.
Lopez menjadi anak pertama dalam keluarganya yang memiliki ijazah perguruan tinggi dan ia merasa bersyukur karena mendapat kesempatan tersebut. [lj/jm]