Sedikitnya dua demonstran tewas pada Minggu (21/3) di Myanmar. Keduanya adalah korban jiwa terbaru dalam bentrokan disertai kekerasan antara polisi dan warga sipil, pascakudeta pada 1 Februari.
Para demonstran antikudeta di Mandalay berunjuk rasa pada fajar Minggu (21/3) untuk menghindari konfrontasi besar dengan pasukan keamanan dan polisi.
Sejumlah tenaga medis, termasuk dokter, perawat, mahasiswa kedokteran dan apoteker berjas putih, bergabung dengan para demonstran pro-demokrasi. Mereka berpawai semalaman, dari Sabtu (20/3) hingga Minggu (21/3).
Massa meneriakkan slogan-slogan dan membawa poster bertuliskan “Selamatkan pemimpin kami,” merujuk pada mantan pemimpin de fakto, Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi dan beberapa pemimpin lain yang dipilih secara demokratis masih ditahan sejak 1 Februari.
Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, menjadi pusat aksi unjuk rasa menentang militer.
Menurut Asosiasi Bantuan bagi Tahanan Politik (AAPP), seorang pengunjuk rasa ditembak mati di Kota Monywa dan tiga lainnya terluka.
Sementara, portal berita Myanmar Now melaporkan satu orang tewas dan beberapa terluka pada Minggu (21/3) di Mandalay, ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah massa.
Menurut AAPP, sedikitnya 249 orang telah tewas sejak kudeta. [vm/pp]