Tentangan Meningkat atas Keputusan PM Inggris Bekukan Parlemen

Para pendukung anti-Brexit berunjuk rasa di depan kediaman PM Inggris, 10 Downing Street, London, 28 Agustus 2019.

PM Inggris Boris Johnson menghadapi kecaman yang meningkat, Kamis (29/8), menyusul tindakannya membekukan parlemen hingga akhir Oktober, beberapa pekan sebelum Inggris dijadwalkan meninggalkan Uni Eropa.

Langkah yang diambil Rabu (28/8) itu segera mengundang reaksi marah para legislator yang menentang rencana Johnson untuk menarik Inggris ke luar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan pada tanggal 31 Oktober, dan memangkas waktu yang mereka miliki untuk menghalangi usaha Johnson itu dan menghindari resiko pemisahan diri yang kacau.

Manuver Johnson memicu protes di luar parlemen dan di sejumlah kota. Sebuah petisi online yang menentang langkah itu telah ditandatangani oleh lebih dari 1 juta orang.

Langkah itu juga menimbulkan friksi di dalam tubuh partai Johnson, Partai Konservatif, dan mendorong munculnya tudingan dari para pengecam bahwa pemerintah mengancam demokrasi Inggris karena mengabaikan norma-norma konstitusi tidak tertulis negara itu.

Jacob Rees-Mogg di London, Inggris, 3 April 2019. (Foto: dok).

Namun, Ketua Majelis Rendah Inggris Jacob Rees-Mogg, membela langkah Johnson. Dalam sebuah wawancara dengan BBC, ia menggambarkan penolakan terhadap langkah Johnson itu sebagai kebohongan, dan sengaja diciptakan oleh mereka yang tidak menginginkan manfaat dari pemisahan Inggris dari Uni Eropa.

Gugatan hukum juga muncul. Sejumalh legislator telah meminta sebuah pengadilan Skotlandia untuk memutuskan bahwa pembekuan parlemen ilegal. Tokoh anti-Brexit terkemuka Ginal Millermengatakan, ia telah meminta evaluasi hukum yang dipercepat yang mempersoalkan akibat dan maksud dari pembekuan parlemen. [ab/uh]