Angkatan bersenjata Republik Demokratik Kongo pada Kamis (1/12) mengatakan kelompok pemberontak M23 dan sekutu mereka telah membunuh 50 warga sipil dalam pembantaian yang terjadi di Kota Kishishe pada minggu ini. Pernyataan itu langsung dibantah oleh M23.
Tentara Kongo dan M23, milisi pimpinan etnis Tutsi, terlibat dalam pertempuran selama berbulan-bulan di wilayah timur negara yang bergolak itu. Masing-masing pihak saling tuduh telah memulai serangan.
“Gerakan M23 menolak tuduhan tak berdasar bahwa pihaknya telah melakukan pembantaian di Kishishe,” kata juru bicara politik kelompok itu, Lawrence Kanyuka, dalam sebuah pernyataan.
“M23 mengingatkan masyarakat internasional dan nasional bahwa mereka tidak pernah menarget penduduk sipil,” katanya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan seorang diplomat Amerika Serikat juga mengatakan mereka memiliki informasi tentang pembunuhan warga sipil pada Selasa (29/11) di Kishishe, provinsi Kivu Utara, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut. Keduanya menyerukan penyelidikan atas aksi tersebut.
“Kami sangat sedih atas pembantaian warga sipil di Kishishe, yang bisa menjadi kejahatan perang,” kata Stephanie Miley, kuasa usaha kedutaan AS di Kinshasa, lewat akun Twitternya.
Seorang juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan PBB telah menerima laporan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam bentrokan antara M23 dan milisi lokal di Kishishe, yang mencakup banyak korban sipil.
Para pakar dari Kongo maupun PBB mengatakan negara tetangga Rwanda mendukung M23, tuduhan yang secara konsisten dibantah oleh Rwanda. [lt/ka]