Hanya 400 mililiter, tetapi plasma darah yang diambil petugas di RSUP dr Sardjito dari Agung Untoro pada Rabu (8/7) memiliki peran besar. Plasma itu nantinya akan digunakan sebagai bagian upaya pengobatan pasien positif corona.
“Ada kesempatan untuk kita bisa membantu sesama manusia, kenapa tidak kita memberikan donor plasma darah kita untuk orang lain,” kata Untoro.
Untoro adalah siswa Sekolah Inspektur Polisi (SIP) angkatan 49 Polda DIY. Dia sebelumnya menjadi pasien positif terinfeksi virus corona. Setelah sembuh, plasma darah Untoro mengandung antibodi yang sangat berharga.
Tiga rekan Untoro, yaitu Riyanto, Dani Hasan dan Dwi Jaka juga menjalani prosedur ini. Mereka adalah bagian dari delapan polisi dari Polda DIY yang diumumkan positif corona pada 12 Juni lalu. Sebelumnya, mereka mengikuti pendidikan di Sukabumi, Jawa Barat.
Selain empat petugas kepolisian yang melakukan donor plasma darah pada Rabu siang, baru ada lima orang menjalani proses serupa. Memang tidak mudah untuk menjadi donor, selain sudah sembuh total dari infeksi virus corona, mereka juga harus sehat dan tidak memiliki penyakit lain.
Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) DI Yogyakarta, Kombes Pol Raden Slamet Santoso bangga dengan apa yang dilakukan anak buahnya ini. Dia menemani para anggota polisi yang mendonorkan plasma darahnya itu.
“Peran Polri selain mencegah penyebaran, kita mengingatkan masyarakat dalam hal kedisiplinan, dalam hal penyembuhan juga kami laksanakan,” kata Raden Slamet Santoso.
Direktur Utama RSUP dr Sardjito dr Rukmono Siswihanto menyambut gembira kesediaan anggota Polisi menyumbangkan plasma darah mereka.
“Ini suatu bentuk kepedulian dan penghormatan kepada kita semua, bahwa warga Polri bisa memberikan manfaat dalam masa pandemi dengan memberikan plasmanya untuk keperluan pengobatan,” kata Rukmono.
Terapi Plasma Konvalesen
Apa yang dilakukan RSUP dr Sardjito adalah terapi plasma konvalesen, salah satu metode yang saat ini diterapkan dalam upaya penyembuhan pasien corona. Dokter Teguh Triyono menjelaskan, dalam proses selama sekitar satu jam ini, komponen plasma seorang donor akan diambil. Plasma adalah salah satu unsur dalam darah, selain unsur lain seperti sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan lainnya.
Teguh Triyono adalah Kepala Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD) RSUP dr. Sardjito. Di bagian inilah, pengambilan plasma dilakukan, disimpan dan ditransfusikan kepada pasien yang membutuhkan. Plasma dapat disimpan berbulan-bulan, bahkan dalam hitungan tahun. Hingga saat ini, RSUP dr Sardjito menyimpan plasma darah dari sembilan pendonor. Begitu berharganya, plasma tersebut hanya akan diberikan pada pasien corona dalam status sakit berat.
“Ini hanya untuk pengobatan Covid-19, diberikan kepada pasien yang sedang dirawat. Ini diharapkan adalah, kita seolah-olah memberikan antibodi kepada pasien. Antibodi dari mana? Ya dari donor yang kita ambil plasmanya tadi, makanya salah satu syarat donornya adalah sudah pernah sakit dan sudah sembuh,” jelas Teguh.
Karena prosedur ini hanya mengambil cairan plasmanya saja, maka seorang mantan pasien corona yang lolos pemeriksaan kesehatan bisa sering melakukan donor. Setidaknya prosedur pengambilan bisa dilakukan 14 hari sekali. Berbeda dengan donor darah yang hanya bisa dilakukan setiap 70 hari.
Pada prinsipnya, setiap pasien corona yang telah sembuh memiliki antibodi. Namun, untuk dapat menjadi donor plasma, mantan pasien tersebut harus benar-benar sehat. Rumah sakit akan melakukan pengujian untuk menentukan, apakah seorang mantan pasien bisa menjadi donor atau tidak. Mantan pasien harus tidak menunjukkan gejala corona baru dalam 14 hari dan lolos tes PCR serta swab.
Your browser doesn’t support HTML5
Namun, kesediaan semacam ini perlu terus didorong di Indonesia, karena kebutuhan plasma bagi pasien corona yang masih dirawat cukup tinggi. Setiap satu donor diambil 400 mililiter dan bisa digunakan untuk satu pasien atau lebih tergantung kondisi pasien, berat badan dan faktor lain. Pasien dalam kondisi sakit sedang, berat dan kritis diprioritaskan menerima plasma.
Donor Sebaiknya Laki-Laki
Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru-Paru (Internis Pulmonologist) dr. Sumardi menyebut, terapi plasma konvalesen telah lama digunakan sebagai metode pengobatan penyakit infeksi. Terapi ini dijalankan pada pengobatan difteri, flu burung, flu babi, ebola, SARS, dan MERS.
Sumardi adalah pengajar di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
“Plasma diambil dengan metode plasmapheresis yakni hanya mengambil plasma dari sel darah merah saja. Pemberian plasma darah ini sebanyak 2 kali sehari pada pasien Covid-19,” kata Sumardi.
Namun begitu, Sumardi menyebut terapi plasma konvaselen masih terbatas untuk uji klinik. Sejumlah kasus menunjukkan keberhasilan terapi, namun terbatas pada jumlah pasien yang sedikit.
Sumardi menambahkan, pengambilan plasma lebih baik dilakukan pada pendonor berjenis kelamin laki-laki karena tidak memiliki antigen HLA. Diketahui, antigen HLA dapat menimbulkan reaksi atau masalah bagi penerima donor.
Sumardi sepakat, terapi plasma konvaselen sebaiknya diberikan kepada pasien positif dengan gejala berat atau kondisi kritis.
“Untuk membantu mempercepat penyembuhan, bukan untuk pencegahan. Namun terapi plasma konvaselen ini menjadi alternatif pengobatan hingga ditemukan vaksin,” tambahnya. [ns/ab]