Selama hampir 50 tahun kabaret ‘Tiffany’ di Pattaya, Thailand timur, telah menjadi tempat pesta dan surga bagi orang-orang transgender, menyediakan pekerjaan, keterampilan, dan platform langka pada saat kesetaraan gender masih sedikit dipahami dan jauh dari debat politik di Thailand.
Tapi ketika Tiffany merayakan “Bulan Kebanggaan” (Pride Month) global pada 25 Juni dengan menjadi tuan rumah kontes transgender terbesar di dunia, Miss International Queen, upaya yang lebih luas untuk kesetaraan di Thailand belum pernah mendekati kemenangan seperti yang kini sedang terjadi.
Setelah bertahun-tahun kampanye oleh aktivis LGBTQ, para anggota parlemen Thailand kini mempertimbangkan beberapa undang-undang, sebagian di antaranya dapat melegalkan “serikat sesama jenis” dan dalam prosesnya menjadikan Thailand sebagai negara kedua di Asia yang melakukannya, setelah Taiwan.
Tetapi parlemen Thailand yang dipenuhi dengan politisi konservatif yang berpihak pada tentara menghalangi langkah mereka. Mereka pada akhirnya akan memutuskan RUU mana yang bisa disahkan menjadi undang-undang.
RUU paling progresif yang sedang dipertimbangkan adalah RUU Kesetaraan Perkawinan, yang mengakui pernikahan sesama jenis dan memberikan hak-hak hukum, termasuk adopsi dan warisan.
RUU itu lolos pada tahap pertamanya 15 Juni pada gelombang dukungan publik yang didorong oleh para pemuda progresif Thailand.
RUU itu harus lolos dalam dengar pendapat komite dan dua tahapan lagi di parlemen. Namun, ada kekhawatiran bahwa versi lebih lemah yang disebut RUU Kemitraan Sipil, mungkin akan muncul sebagai gantinya. [lt/ab]