Para ilmuwan mengatakan sejenis tifus yang resisten terhadap antibiotik telah menjadi jenis infeksi dominan di banyak wilayah di Afrika dan Asia Timur.
Riset tersebut, diterbitkan dalam jurnal Nature Genetics, melibatkan peruntunan atau sequencing lebih dari 1.800 sampel bakteri tifus dari 63 negara. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa satu jenis bakteria yang kebal obat, disebut H58, ditemukan dalam 47 persen dari seluruh sampel yang dianalisa.
Para ilmuwan mengatakan jenis itu muncul di Asia Selatan pada 1970an dan menyebar ke bagian-bagian lain di Asia, selain Afrika Timur dan Selatan. Mereka juga menemukan bukti adanya gelombang transmisi baru-baru ini di Afrika.
Tifus disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, dan disebarkan melalui makanan dan air yang terkontaminasi kotoran atau air seni.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 20 juta orang terinfeksi tifus setiap tahun, dengan sedikitnya 200.000 orang tewas karena bakteri tersebut.
Tifus biasanya diobati dengan menggunakan antibiotik. Sebuah vaksin telah dikembangkan, namun tidak bekerja pada semua kasus, dan tidak tersedia secara luas di banyak negara.
Salah satu penulis studi tersebut, Kathryn Holt, dari University of Melbourne, Australia, mengatakan tifus kebal obat "telah datang dan pergi sejak 1970an." Ia mengatakan bahwa dalam jenis H58, "gen-gen menjadi bagian stabil dari genom, yang berarti bahwa tifus kebal aneka antibiotik akan bertahan."
Para ilmuwan menyerukan peningkatan pemantauan atas jenis H58, serta pengurangan penggunaan antibiotik yang tidak sesuai, perbaikan sanitasi di negara-negara miskin, dan pengembangan program-program vaksinasi.
Gejala-gejala tifus termasuk demam, sakit kepala, sakit perut, titik-titik merah muda di dada dan komplikasi hati.