Tiga dari sepuluh kota terburuk di dunia dalam kemacetan lalu lintas berada di Asia Tenggara. Koresponden VOA Steve Herman di Bangkok, kota nomor delapan dalam daftar itu, mengatakan data yang belum lama ini dihimpun mengungkapkan pengemudi di berbagai kota di seluruh dunia menghabiskan rata-rata sepertiga waktu perjalanan mereka dalam keadaan berhenti total.
Di antara para pengemudi di kota-kota besar di Asia, keluhan bahwa mereka terjebak dalam lalu lintas yang paling buruk di dunia adalah hal yang umum.
Namun, kecuali jika mereka berada di Jakarta dan menatap kendaraan di depan yang tak bergerak, keadaan di beberapa kota lain di Asia itu tidak seburuk seperti yang mereka bayangkan.
Sebuah analisis berdasarkan data navigasi satelit, yang disumbangkan oleh para pengemudi di 78 kota di seluruh dunia yang menggunakan perangkat GPS TomTom, menempatkan ibukota Indonesia itu hanya selangkah di belakang Istanbul dalam kemacetan lalu lintas.
Mexico City di Meksiko, Surabaya di Jawa Timur dan St. Petersburg di Rusia masing-masing mengikuti di belakang Jakarta dalam deretan kota-kota macet di dunia.
Enam kota lain yang melengkapi daftar sepuluh kota paling macet menurut Indeks Stop-Start Magnetic yang dibuat oleh perusahaan oli Castrol yang berbasis di Inggris adalah: Moskow, Roma, Bangkok, Guadalajara dan Buenos Aires.
Di Jakarta, direktur Lembaga Transportasi dan Kebijakan Pembangunan, Yoga Adiwinarto, menjelaskan bahwa selama jam-jam sibuk dia mengalami kemacetan yang membuat frustasi dan gerak kendaraan yang tidak lancar pada jam-jam lain sepanjang hari.
“Begitu kita keluar dari rumah, jika kita tinggal di daerah pusat kota, kita akan langsung menghadapi kemacetan lalu lintas,” kata Yoga Adiwinarto.
Di Jakarta, metropolitan berpenduduk 24 juta orang, hanya 13 persen perjalanan warga dilakukan dengan angkutan umum.
Investasi pada angkutan umum di ibukota Indonesia ini dimulai tahun 2004. Pembangunan kini sedang berlangsung pada tahap awal sistem kereta bawah tanah, yang dikenal sebagai Mass Rapid Transit, yang sebagian besar dibiayai oleh Jepang.
Adiwinarto mengatakan upaya itu terlalu sedikit dan terlalu terlambat. “Kami terlambat menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi dan juga pertumbuhan penduduk perlu diurus sejak awal. Kami baru menyadari hal itu dalam beberapa tahun ini,” jelasnya.
Untuk berusaha mengurangi kemacetan, pemerintah telah mencabut subsidi BBM dan melarang sepeda motor di jalan-jalan utama ibukota. Menurut rencana, tahun depan Jakarta akan memberlakukan electronic road pricing atau tol secara elektronik di dua koridor yang sangat padat.
Adiwinarto dari Lembaga Transportasi dan Kebijakan Pembangunan memprediksi perjalanan dengan kendaraan bermotor nantinya akan lebih lancar setelah kebijakan itu diberlakukan.
“Kebijakan itu akan memaksa orang pindah dari mobil pribadi dan sepeda motor ke angkutan umum dalam beberapa tahun mendatang,” kata Adiwinarto.
Sampai hal itu terjadi, para pengemudi mobil di Jakarta hanya bisa iri dengan rekan-rekan mereka di Tampere, Finlandia dan Rotterdam, Belanda – dua kota di mana menurut survei tersebut lalu lintas bergerak paling cepat.