Polisi di negara bagian Mizoram, India timurlaut, mengatakan, Kamis (4/3), mereka telah menahan tiga polisi Myanmar yang memasuki India untuk mencari perlindungan sebulan setelah militer Myanmar menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta.
Polisi mengatakan ketiga pria itu menyeberang ke wilayah India dekat desa Lungkawlh pada Rabu sore. Desa ini berjarak 13 kilometer dari perbatasan dengan Myanmar.
“Ketiga polisi itu mengatakan mereka melarikan diri dari negara itu karena militer Myanmar memburu mereka setelah mereka menolak untuk mematuhi beberapa perintah,'' kata polisi India.
India berbagi perbatasan sepanjang 1.643 kilometer dengan Myanmar. Negara itu sejauh ini menampung ribuan pengungsi dari Myanmar yang tersebar di berbagai negara bagian.
Sementara itu, sehari sebelumnya, utusan khusus PBB untuk Myanmar mengatakan para jenderal yang telah merebut kekuasaan di negara Asia Tenggara itu mengindikasikan mereka tidak takut sanksi baru, meskipun mengaku “sangat terkejut'' bahwa rencana mereka untuk memulihkan pemerintahan militer tanpa banyak oposisi tidak berhasil.
Christine Schraner Burgener mengatakan, ia memperingatkan militer Myanmar bahwa banyak negara dan Dewan Keamanan PBB mungkin akan mengambil tindakan luar biasa keras. Jawaban militer Myanmar, kata utusan PBB itu adalah, “Kami terbiasa dengan sanksi dan kami berhasil mengatasi sanksi-sanksi itu pada masa lalu.”
Ketika ia juga memperingatkan militer bahwa Myanmar akan menjadi terisolasi, Burgener berkata, “Jawaban mereka adalah, ‘Kita harus belajar berjalan hanya dengan beberapa teman.’''
Berbicara dari Swiss melalui konferensi video kepada para wartawan yang bertugas di markas besar PBB di New York, Burgener mendesak komunitas internasional untuk bersatu mengambil tindakan yang benar, dan menekankan bahwa sanksi-sanksi Dewan Keamanan yang harus diterapkan oleh setiap negara akan memiliki dampak lebih kuat daripada sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh masing-masing negara.
Dewan Keamanan dijadwalkan akan melangsungkan konsultasi tertutup pada Jumat (5/3) untuk membahas seruan-seruan untuk menolak kudeta di Myanmar, termasuk dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan tindakan-tindakan keras militer Myanmar yang meningkat, yang menurut Schraner Burgener menewaskan 38 orang pada hari Rabu saja.
BACA JUGA: Protes Antikudeta di Myanmar Kembali Disertai Pertumpahan DarahBurgener mengatakan ia menerima sekitar 2.000 pesan setiap hari dari orang-orang di Myanmar, dan banyak di antara mereka yang menyatakan putus asa melihat tanggapan internasional. Ia mengatakan ia juga berbicara setiap hari dengan perwakilan dari parlemen yang digulingkan dan telah berbicara beberapa kali dengan wakil panglima angkatan bersenjata Myanmar, Soe Win.
Selama tiga tahun menjadi utusan khusus PBB, Burgener mengatakan dia selalu memperingatkan Dewan Keamanan dan Majelis Umum bahwa kudeta dapat terjadi di Myanmar karena ia tahu struktur pemerintahan negara itu dan bahwa militer memiliki kekuasaan.
BACA JUGA: Siapa yang Akan Mewakili Myanmar di PBB?Di bawah konstitusi Myanmar, yang dirancang di bawah pemerintahan militer, militer memegang kendali atas banyak kementerian utama, seperti pertahanan dan keamanan dan juga mendapat jaminan kursi yang cukup di Parlemen untuk mengesampingkan setiap perubahan pada konstitusi.
Burgener mengatakan ia berpendapat panglima militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang melakukan kudeta, “benar-benar khawatir'' bahwa Suu Kyi akan lebih sukses menjalankan reformasi menyusul kemenangan partainya yang meyakinkan dalam pemilu. [ab/uh]