Pengadilan Mesir memutuskan tiga wartawan Al Jazeera bersalah mendukung kelompok Ikhwanul Muslimin yang telah dinyatakan terlarang dan menjatuhkan vonis tiga tahun hukuman penjara.
Pengadilan mengumumkan putusan dan hukuman tersebut dalam pengadilan ulang hari Sabtu (29/8).
Direktur sementara jaringan media Al Jazeera Mostefa Souag dalam pernyataannya menyatakan “vonis hari ini bertentangan dengan logika dan kelaziman.”
Negara-negara Barat dan beberapa organisasi HAM dengan cepat mengecam putusan tersebut. Departemen Luar Negeri Amerika mendesak pemerintah Mesir untuk mengambil “semua langkah yang ada” untuk mengkaji kembali keputusan tersebut. “Kebebasan pers untuk menyelidiki, melaporkan dan menyampaikan komentar, bahkan ketika perspektif laporan itu tidak disukai atau diperdebatkan, merupakan hal mendasar bagi masyarakat bebas apapun dan penting bagi pembangunan demokrasi,” demikian pernyataan resmi tertulis Departemen Luar Negeri Amerika.
Nicholas Piachaud, peneliti Mesir pada Amnesty International mengatakan putusan itu “mewakili tindakan keras terhadap kebebasan berekspresi yang kini kita saksikan di Mesir.” Ia menggambarkan ketiga wartawan itu sebagai “prisoners of conscience” dan mengatakan “kita berharap tekanan internasional akan membuat Mesir membebaskan mereka.”
Hakim Hassan Farid yang menjatuhkan vonis itu mengatakan ketiga wartawan tersebut memiliki peralatan yang belum disetujui oleh pejabat-pejabat keamanan Mesir. Ditambahkannya, ketiga wartawan menyebarluaskan “berita palsu” dan menggunakan hotel mereka sebagai pusat penyiaran tanpa ijin.
Vonis itu semula diperkirakan diumumkan dijatuhkan awal bulan ini, tetapi pengadilan berulangkali menunda persidangan setelah Mohammed Fahmy, warga Kanada, Baher Mohammed, warga Mesir dan Peter Greste, warga Australia, ditangkap Desember 2013.