Seorang laki-laki berusia 71 tahun asal Illinois, yang dituduh menikam seorang bocah laki-laki berusia 6 tahun dan membuat seorang perempuan berusia 32 tahun mengalami luka serius, didakwa telah melakukan kejahatan bermotif kebencian atau hate crime pada Minggu (15/10).
Polisi menuduh Joseph M. Czuba menarget kedua korban karena kedua korban adalah Muslim, dan sebagai reaksi terhadap perang Israel-Hamas.
Dalam sebuah pernyataan di media sosial, Kantor Sherrif Will County, mengatakan petugas menemukan perempuan dan anak laki-laki itu pada Sabtu (14/10) pagi di sebuah rumah di daerah yang tidak termasuk dalam wilayah Plainfield Township, barat daya Chicago. Anak laki-laki itu dinyatakan meninggal dunia saat tiba di rumah sakit. Sementara korban perempuan mengalami beberapa luka tusuk, namun diperkirakan akan selamat.
Otopsi yang dilakukan atas mayat anak laki-laki berusia enam tahun itu mendapati ia telah ditikam puluhan kali.
BACA JUGA: Pemimpin Hamas Tolak Imbauan Israel untuk Mengungsi Keluar dari Gaza"Para detektif dapat menentukan bahwa kedua korban dalam serangan brutal ini menjadi target tersangka karena mereka adalah Muslim dan konflik Timur Tengah yang sedang berlangsung antara Hamas dan Israel," kata pernyataan sheriff itu.
Dalam beberapa hari terakhir ini, aparat federal dan polisi di banyak kota di Amerika Serikat berada dalam kondisi sangat waspada akan potensi terjadinya aksi kekerasan yang dipicu oleh sentimen anti-Yahudi dan Islamophobia.
Kelompok-kelompok Yahudi dan Muslim telah melaporkan adanya peningkatan retorika kebencian dan ancaman di media sosial.
Menurut kantor sheriff Will County, perempuan yang menjadi korban di Chicago itu telah menelepon 911 untuk melaporkan pemilik rumah telah menyerangnya dengan pisau, dan bahwa ia kemudian berlari ke kamar mandi dan terus melawannya.
Pihak berwenang mengatakan laki-laki yang dicurigai dalam serangan tersebut ditemukan berada di luar rumah, sedang "duduk tegak di area dekat jalan masuk kediaman" dengan luka di dahinya.
Joseph M. Czuba asal Plainfield, didakwa dengan pembunuhan tingkat pertama, percobaan pembunuhan tingkat pertama, dua tuduhan kejahatan dengan kebencian dan penyerangan yang diperparah dengan senjata mematikan. Dia ditahan pada hari Minggu dan akan dihadirkan ke pengadilan.
Upaya menghubungi Czuba atau anggota keluarganya pada hari Minggu belum membuahkan hasil. Sementara nomor telepon rumahnya tidak terdaftar. Sejumlah pesan di media sosial yang telah dikirimkan kepada sejumlah individu yang diduga merupakan kerabat Czuba, belum direspon. Kantor Sherrif dan kantor jaksa juga belum membalas pesan soal siapa yang akan menjadi kuasa hukum Czuba.
Pihak berwenang juga belum merilis nama kedua korban.
Namun, seorang laki-laki beranama Yousef Hannon yang mengaku dirinya sebagai paman dari anak laki-laki itu, berbicara dalam sebuah konferensi pers yang dilangsungkan Dewan Hubungan Amerika-Islam (Council on American-Islamic Relations) Cabang Chicago.
Ia mengidentifikasi anak laki-laki itu sebagai Wadea Al-Fayoume, seorang anak Amerika keturunan Palestina yang baru-baru ini merayakan ulang tahunnya yang keenam. CAIR mengidentifikasi perempuan yang menderita luka tusuk serius sebagai ibunda Wadea.
“Kami bukan binatang, kami manusia. Kami ingin orang-orang melihat kami, merasakan kehadiran kami, berurusan dengan kami sebagai manusia. Karena itulah jadi diri kami,” ujar Hannon, warga Amerika Serikat keturunan Palestina yang bermigrasi ke AS pada tahun 1999 untuk bekerja, termasuk dengan menjadi guru sekolah pemerintah.
CAIR menyebut kejahatan itu sebagai “mimpi terburuk kami,” dan bagian dari lonjakan telepon dan email bernada kebencian sejak pecahnya perang Hamas-Israel. CAIR mengutip beberapa pesan SMS di antara anggota keluarga Hannon yang menunjukkan bahwa penyerang telah membuat sejumlah pernyataan merendahkan terhadap Muslim.
“Hati warga Palestina di Amerika Serikat pada dasarnya hancur melihat apa yang terjadi pada rakyat Palestina,” kata Direktur CAIR Cabang Chicago, Ahmed Rehab. “Dan kini mereka juga harus mengkhawatirkan keselamatan jiwa mereka, di negara yang paling bebas di dunia ini." [em/rs]