Aplikasi video pendek TikTok, Kamis (15/6), mengatakan perusahaan yang dimiliki oleh ByteDance dari China itu akan menggelontorkan investasi besar-besaran di Asia Tenggara yang mencapai miliaran dolar untuk beberapa tahun ke depan di tengah tekanan dari sejumlah negara yang khawatir akan sisi keamanan data pada platform tersebut.
Asia Tenggara, wilayah dengan populasi yang mencapai 630 juta jiwa - setengahnya di bawah 30 tahun - adalah salah satu pasar terbesar TikTok. Terdapat sekitar 325 juta pengguna yang mengakses aplikasi tersebut pada setiap bulan.
Namun platform tersebut belum memetakan basis pengguna yang dapat menjadi sumber pendapatan e-commerce utamanya di wilayah ini. Pasalnya TikTok akan berhadapan dengan sejumlah platform perdagangan elektronik atau e-commerce lain yang sudah eksis sebelumnya, seperti Shopee, Lazada, dan Tokopedia.
CEO TikTok Shou Zi Chew, Kamis, 23 Maret 2023. (Foto: AP)
"Kami akan menginvestasikan miliaran dolar di Indonesia dan Asia Tenggara selama beberapa tahun ke depan," kata CEO TikTok Shou Zi Chew dalam sebuah forum di Jakarta.
TikTok tidak memberikan detil rencana investasi tersebut. Namun disebutkan mereka akan berinvestasi dalam bentuk pelatihan, iklan, dan mendukung vendor kecil yang ingin bergabung dengan platform e-commerce TikTok Shop.
Chew mengatakan konten di platformnya menjadi lebih beragam karena menambahkan lebih banyak pengguna dan memperluas iklan ke e-commerce, memungkinkan konsumen untuk membeli barang melalui tautan di aplikasi selama streaming langsung.
BACA JUGA: Eksekutif yang di-PHK TikTok: Beijing Miliki Akses ke Data Aplikasi
TikTok memiliki 8.000 karyawan di Asia Tenggara, dan 2 juta pedagang kecil menjual dagangan mereka di platformnya di Indonesia, yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tambahnya.
Transaksi e-commerce di Asia Tenggara mencapai hampir $100 miliar pada tahun lalu, dan $52 miliar di antaranya berasal dari Indonesia, menurut data dari konsultan Momentum Works.
TikTok memfasilitasi $4,4 miliar transaksi di seluruh Asia Tenggara pada tahun lalu, naik dari $600 juta pada 2021. Namun, masih tertinggal jauh di belakang penjualan merchandise regional Shopee yang mencapai $48 miliar pada 2022, menurut Momentum Works.
Rencana investasi TikTok muncul ketika perusahaan milik China tersebut menghadapi pengawasan dari beberapa pemerintah dan regulator karena kekhawatiran bahwa Beijing dapat menggunakan aplikasi tersebut untuk mengambil data pengguna.
Seseorang memegang telepon pintar dengan latar belakang logo TikTok, 7 November 2019. (Foto: REUTERS/Dado Ruvic)
Negara-negara termasuk Inggris dan Selandia Baru telah melarang penggunaan aplikasi tersebut di ponsel pemerintah, langkah yang menurut TikTok merupakan "kesalahpahaman mendasar" dan didorong oleh geopolitik yang lebih luas.
TikTok berulang kali membantah bahwa mereka pernah membagikan data dengan pemerintah China dan mengatakan perusahaan tidak akan melakukannya jika diminta.
Aplikasi tersebut tidak menghadapi larangan besar pada perangkat pemerintah di Asia Tenggara, tetapi kontennya telah diawasi dengan cermat.
Indonesia menghadirkan salah satu tantangan kebijakan global besar pertamanya pada 2018, setelah pihak berwenang secara singkat melarang TikTok karena unggahan yang dianggap memuat isu "pornografi, konten yang tidak pantas, dan penistaan."
Di Vietnam, regulator mengatakan akan menyelidiki operasi TikTok di negara itu karena konten "beracun" di platform tersebut mengancam "pemuda, budaya, dan tradisinya". [ah/rs]