Pandemi virus corona melonjak di manapun di Amerika. Tetapi virus yang menyebabkan penyakit COVID-19 itu terjebak dalam drama politik: apakah Presiden Donald Trump akan mengizinkan kerja sama antara pemerintahannya dan tim untuk Joe Biden, yang diproyeksikan sebagai pemenang pemilu presiden 2020, yang akan dilantik pada 20 Januari.
Sejauh ini, Trump menuduh dan belum terbukti bahwa ada kecurangan yang meluas. Ia belum mengijinkan transisi dimulai ke pemerintahan baru. Anggota tim Biden mengatakan, hal itu membahayakan negara di tengah pandemi yang melonjak.
BACA JUGA: Pakar: Tolak Transisi ke Biden, Trump Hambat Penanganan Covid-19Seorang penasihat COVID-19 Biden, Dr. Atul Gawande, mengatakan. "Tim transisi perlu menerima pengarahan seputar ancaman (virus) untuk memahami rencana distribusi vaksin, mengetahui di mana pasokannya, bagaimana status masker dan sarung tangan. Banyak informasi yang perlu disalurkan, tidak bisa menunggu hingga menit terakhir."
Presiden Trump belum menghadiri pertemuan gugus tugas virus dalam lima bulan, menurut harian Washington Post. Tetapi presiden berbicara minggu lalu tentang linimasa vaksin COVID-19. "Proses ini akan segera dimulai, jutaan dosis akan segera didistribusikan, semuanya siap, menunggu persetujuan akhir,” kata President Donald Trump.
Laksamana Brett Giroir, anggota Satuan Tugas Virus Corona Gedung Putih, mengatakan bahwa upaya pemerintahan Trump untuk memerangi infeksi dibagikan secara luas kepada publik, termasuk anggota tim Biden.
“Saya ingin sejujur mungkin dengan semua orang. Ini bukan masalah politik. Ini adalah masalah kesehatan masyarakat dan menyelamatkan nyawa orang Amerika. Saya pikir tidak ada yang lebih penting dari itu," jelas Brett Giroir.
John Bolton, mantan penasihat keamanan nasional Trump, meminta para pemimpin Republik untuk mendesak Gedung Putih berbagi informasi dengan pemerintahan Biden yang akan datang tentang virus dan keamanan nasional.
"Dan, sekali lagi, saya hanya berpikir Partai Republik perlu menjelaskan bahwa pada dasarnya kita memerlukan transisi secepat mungkin," jelas John Bolton.
Menurut Universitas Johns Hopkins, di AS kini tercatat hampir 11 juta kasus yang dipastikan dan hampir 246.000 kematian. Jumlah penularan di AS tertinggi di dunia. [ps/lt]