Tim peneliti AS di Universitas California, San Francisco berhasil menggunakan terapi gen untuk mengembalikan pendengaran tikus yang terlahir tuli.
Gangguan pendengaran atau tuli bawaan sejak lahir adalah salah satu gangguan sensorik yang paling umum. Ini seringkali disebabkan oleh cacat genetik yang mempengaruhi fungsi sel-sel rambut di telinga bagian dalam. Sel-sel rambut itu, yang bergerak sebagai respon dari getaran suara, mengirimkan sinyal pendengaran ke otak. Para pakar meyakini mungkin ada sekitar 100 mutasi gen yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
Para peneliti membuat eksperimen dengan model tikus yang mengidap tuli bawaan pada manusia, dengan mengembangbiakkan tikus yang kekurangan gen yang membuat glutamat vesikuler transporter-3, atau disingkat VGLUT3,yakni protein penting yang memungkinkan sel-sel rambut di telinga menerima dan mengirim sinyal pendengaran. Orang yang mengalami kerusakan gen-3 VGLUT lambat laun akan menderita gangguan pendengaran. Karena tikus-tikus eksperimen sama sekali tidak memiliki gen itu, ketulian mereka sangat parah.
Lawrence Lustig, dokter THT di Universitas California, San Francisco, mengatakan, para peneliti menggunakan virus yang tidak menyebabkan penyakit pada manusia untuk membawa salinan gen VGLUT3 yang telah diperbaiki ke dalam kanal telinga tikus tuli itu. Kemudian, mereka menutup lubang kecil yang mereka buat di membran dalam bagian dalam telinga tikus untuk menyuntikkan virus, lalu menunggu.
"Pertama kali saya melihat hasilnya, saya tidak percaya. Pendengarannya terlihat normal pada tikus-tikus ini," papar Lustig.
Lustig mengatakan dalam waktu seminggu, tikus-tikus itu menunjukkan tanda-tanda pertama bahwa mereka bisa mendengar. Pada minggu kedua, pendengaran tikus-tikus itu pada dasarnya normal, yang diukur dengan tes stimulasi di mana para peneliti membunyikan suara dan kemudian memantau respon otak tikus terhadap suara itu.
Para peneliti mengobati tikus yang baru lahir dan yang dewasa dengan terapi itu. Pendengaran bertahan selama satu setengah tahun pada tikus dewasa dan sedikitnya sembilan bulan pada anak tikus. Tikus biasanya hidup selama dua tahun.
Metode sekarang ini untuk mengobati tuli bawaan termasuk amplifikasi pendengaran atau alat bantu dengar dan alat bantu dengar yang ditanam di dalam kepala lewat pembedahan. Tetapi, perangkat itu seringkali menghasilkan distorsi suara atau volume suara yang terlalu rendah.
Jika ketulian disebabkan oleh gen yang rusak, Lustig mengatakan, terapi gen seperti yang ditunjukkan oleh percobaan dengan VGLUT3 berpotensi untuk menyembuhkan berbagai bentuk gangguan pendengaran.
"Langkah kami selanjutnya adalah mengambil bentuk yang jauh lebih umum dari gangguan pendengaran genetik dan kemudian mencoba lagi pada tikus dan melihat apakah itu berhasil. Jika itu berhasil, maka langkah berikutnya adalah melihat bagaimana kita dapat menerapkan ini pada anak-anak yang terlahir tuli,” paparnya lagi.
Artikel oleh Lawrence Lustig dan rekan-rekannya dari Universitas California mengenai penggunaan terapi gen untuk menyembuhkan gangguan pendengaran bawaan ini diterbitkan dalam jurnal Cell Press.
Para peneliti membuat eksperimen dengan model tikus yang mengidap tuli bawaan pada manusia, dengan mengembangbiakkan tikus yang kekurangan gen yang membuat glutamat vesikuler transporter-3, atau disingkat VGLUT3,yakni protein penting yang memungkinkan sel-sel rambut di telinga menerima dan mengirim sinyal pendengaran. Orang yang mengalami kerusakan gen-3 VGLUT lambat laun akan menderita gangguan pendengaran. Karena tikus-tikus eksperimen sama sekali tidak memiliki gen itu, ketulian mereka sangat parah.
Lawrence Lustig, dokter THT di Universitas California, San Francisco, mengatakan, para peneliti menggunakan virus yang tidak menyebabkan penyakit pada manusia untuk membawa salinan gen VGLUT3 yang telah diperbaiki ke dalam kanal telinga tikus tuli itu. Kemudian, mereka menutup lubang kecil yang mereka buat di membran dalam bagian dalam telinga tikus untuk menyuntikkan virus, lalu menunggu.
"Pertama kali saya melihat hasilnya, saya tidak percaya. Pendengarannya terlihat normal pada tikus-tikus ini," papar Lustig.
Lustig mengatakan dalam waktu seminggu, tikus-tikus itu menunjukkan tanda-tanda pertama bahwa mereka bisa mendengar. Pada minggu kedua, pendengaran tikus-tikus itu pada dasarnya normal, yang diukur dengan tes stimulasi di mana para peneliti membunyikan suara dan kemudian memantau respon otak tikus terhadap suara itu.
Para peneliti mengobati tikus yang baru lahir dan yang dewasa dengan terapi itu. Pendengaran bertahan selama satu setengah tahun pada tikus dewasa dan sedikitnya sembilan bulan pada anak tikus. Tikus biasanya hidup selama dua tahun.
Metode sekarang ini untuk mengobati tuli bawaan termasuk amplifikasi pendengaran atau alat bantu dengar dan alat bantu dengar yang ditanam di dalam kepala lewat pembedahan. Tetapi, perangkat itu seringkali menghasilkan distorsi suara atau volume suara yang terlalu rendah.
Jika ketulian disebabkan oleh gen yang rusak, Lustig mengatakan, terapi gen seperti yang ditunjukkan oleh percobaan dengan VGLUT3 berpotensi untuk menyembuhkan berbagai bentuk gangguan pendengaran.
"Langkah kami selanjutnya adalah mengambil bentuk yang jauh lebih umum dari gangguan pendengaran genetik dan kemudian mencoba lagi pada tikus dan melihat apakah itu berhasil. Jika itu berhasil, maka langkah berikutnya adalah melihat bagaimana kita dapat menerapkan ini pada anak-anak yang terlahir tuli,” paparnya lagi.
Artikel oleh Lawrence Lustig dan rekan-rekannya dari Universitas California mengenai penggunaan terapi gen untuk menyembuhkan gangguan pendengaran bawaan ini diterbitkan dalam jurnal Cell Press.