Tim Robot Universitas Gadjah Mada Yogyakarta berhasil memperoleh medali emas dalam dua kejuaraan berbeda di Amerika Serikat.
YOGYAKARTA —
Tim Robot UGM mengikuti dua kejuaraan Robot yang berbeda di Amerika Serikat. Kejuaraan pertama, "Trinity Fire Fighting Robot Contest", diselenggarakan tanggal 6-7 April di Hartford City, Connecticut. Kejuaraan berikurnya, "RoboGames 2013 Olympics of Robots", diselenggarakan di San Mateo, California, Amerika Serikat, tanggal 19-21 April.
Dalam "Trinity Fire Fighting Robot Contest", robot mereka berhasil mengalahkan kreasi mahasiswa dari Amerika Serikat, China, Israel, Rumania, dan Turki. Robot yang diberi nama Hafiz ini menjadi yang tercepat memadamkan api dalam sebuah simulasi dengan lintasan sepanjang 60 meter.
Agys Badruzzaman, salah satu anggota Tim Robot UGM menceritakan, ditempatkan dari posisi manapun, robot Hafiz mampu memadamkan api tanpa melakukan satupun kesalahan. Menurut Agys, salah satu keunggulan mahasiswa Indonesia dibanding negara lain adalah menciptakan robot yang cerdas.
“Untuk sumber daya manusianya, saya tekankan, Indonesia itu bisa banget. Cuma masalahnya, disini dananya itu kita siapa yang mau support. Kita dari sisi penguasaan teknologi ini nggak kalah, tinggal tekun-tekunan saja, dan semua informasi sudah siap. Dari masalah wawasan kita bisa. Kecerdasan orang yang membuat robotnya kita bisa bersaing, dan robotnya juga bisa kita bikin lebih cerdas,” papar Agys Badruzzaman.
Meskipun selalu unggul dalam menciptakan robot yang cerdas, menurut Agys, perkembangan teknologi robot di Indonesia terkendala oleh terbatasnya suku cadang di dalam negeri. Banyak suku cadang yang harus dibeli dari Amerika Serikat atau Cina.
“Kalau sudah mulai yang seperti baterei atau motor servo atau prosesornya, itu semua yang poduksi di luar negeri. Di Indonesia memang banyak yang bikin micro controller sendiri, atau bikin motor servo sendiri, merakit sendiri, tapi kualitasnya kan bukan kualitas pabrik, karena pabrik-pabriknya itu adanya di Korea, Amerika atau Cina. Misalnya prosesornya saja, kalau kita pakai yang terseda di dalam negeri, itu proses mikirnya lambat,” tambahnya.
Dalam kompetisi RoboGames, Tim Robot UGM membawa pulang dua medali emas untuk kategori Fire Fighting Robot dan Natcar Robot dan satu perak untuk kategori Balancer Robot. RoboGames merupakan kompetisi robot terbesar di dunia yang tahun ini diikuti peserta dari 16 negara, terbagi dalam 227 tim, serta membawa 703 robot.
Sementara itu, Ketua Tim Pembimbing Tim Robot UGM Dr Heru SB Rochardjo kepada VOA menjelaskan, di tingkat Asia sebenarnya Indonesia hanya bersaing dengan Vietnam dalam hal kreasi teknologi robot. Kemampuan mahasiswa Indonesia sudah jauh di atas Malaysia maupun Singapura. Tantangannya kini adalah memanfaatkan teknologi robot ini dalam kehidupan sehari-hari.
Khusus untuk robot fire fighting, dapat dimanfaatkan untuk pemadaman api di lokasi yang tidak mungkin dilakukan manusia, misalnya di instalasi nuklir.
“Jadi ada beberapa yang aplikasinya misalnya untuk membersihkan pipa di Pertamina, itu bisa. Ada juga misalkan yang robotikanya aplikasinya nanti untuk nuklir, ada juga. Jadi misalnya kita sudah pegang teknologi nuklir, kita juga bisa. Untuk teknologi, mahasiswa kita itu sebenarnya hebat-hebat, cuma memang satu kurangnya, kita memang masih kalah dalam fasilitas,” kata Heru Rochardjo.
Menurut Heru Rochardjo, ketertarikan masyarakat Indonesia secara umum terhadap teknologi robot telah meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir. Di bidang pendidikan formal, pembuatan robot sederhana bahkan kini sudah mulai diajarkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler siswa sekolah dasar hingga SMU.
Dalam "Trinity Fire Fighting Robot Contest", robot mereka berhasil mengalahkan kreasi mahasiswa dari Amerika Serikat, China, Israel, Rumania, dan Turki. Robot yang diberi nama Hafiz ini menjadi yang tercepat memadamkan api dalam sebuah simulasi dengan lintasan sepanjang 60 meter.
Agys Badruzzaman, salah satu anggota Tim Robot UGM menceritakan, ditempatkan dari posisi manapun, robot Hafiz mampu memadamkan api tanpa melakukan satupun kesalahan. Menurut Agys, salah satu keunggulan mahasiswa Indonesia dibanding negara lain adalah menciptakan robot yang cerdas.
“Untuk sumber daya manusianya, saya tekankan, Indonesia itu bisa banget. Cuma masalahnya, disini dananya itu kita siapa yang mau support. Kita dari sisi penguasaan teknologi ini nggak kalah, tinggal tekun-tekunan saja, dan semua informasi sudah siap. Dari masalah wawasan kita bisa. Kecerdasan orang yang membuat robotnya kita bisa bersaing, dan robotnya juga bisa kita bikin lebih cerdas,” papar Agys Badruzzaman.
Meskipun selalu unggul dalam menciptakan robot yang cerdas, menurut Agys, perkembangan teknologi robot di Indonesia terkendala oleh terbatasnya suku cadang di dalam negeri. Banyak suku cadang yang harus dibeli dari Amerika Serikat atau Cina.
Dalam kompetisi RoboGames, Tim Robot UGM membawa pulang dua medali emas untuk kategori Fire Fighting Robot dan Natcar Robot dan satu perak untuk kategori Balancer Robot. RoboGames merupakan kompetisi robot terbesar di dunia yang tahun ini diikuti peserta dari 16 negara, terbagi dalam 227 tim, serta membawa 703 robot.
Sementara itu, Ketua Tim Pembimbing Tim Robot UGM Dr Heru SB Rochardjo kepada VOA menjelaskan, di tingkat Asia sebenarnya Indonesia hanya bersaing dengan Vietnam dalam hal kreasi teknologi robot. Kemampuan mahasiswa Indonesia sudah jauh di atas Malaysia maupun Singapura. Tantangannya kini adalah memanfaatkan teknologi robot ini dalam kehidupan sehari-hari.
Khusus untuk robot fire fighting, dapat dimanfaatkan untuk pemadaman api di lokasi yang tidak mungkin dilakukan manusia, misalnya di instalasi nuklir.
“Jadi ada beberapa yang aplikasinya misalnya untuk membersihkan pipa di Pertamina, itu bisa. Ada juga misalkan yang robotikanya aplikasinya nanti untuk nuklir, ada juga. Jadi misalnya kita sudah pegang teknologi nuklir, kita juga bisa. Untuk teknologi, mahasiswa kita itu sebenarnya hebat-hebat, cuma memang satu kurangnya, kita memang masih kalah dalam fasilitas,” kata Heru Rochardjo.
Menurut Heru Rochardjo, ketertarikan masyarakat Indonesia secara umum terhadap teknologi robot telah meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir. Di bidang pendidikan formal, pembuatan robot sederhana bahkan kini sudah mulai diajarkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler siswa sekolah dasar hingga SMU.