Kepala badan PBB yang membantu pengungsi Palestina memperingatkan bahwa jika undang-undang Israel yang tertunda diadopsi, semua operasi kemanusiaan di Gaza dan Tepi Barat akan “tercerai-berai,” sehingga akan menyebabkan ratusan ribu warga Palestina berada dalam kondisi sangat membutuhkan bantuan di saat konflik di wilayah tersebut terus berkecamuk.
Sebuah komisi di parlemen Israel pada Senin (7/10) menyetujui sejumlah rancangan undang-undang yang akan melarang badan bantuan tersebut, yang dikenal sebagai UNRWA, beroperasi di wilayah Israel dan mengakhiri semua kontak antara pemerintah dan UNRWA. RUU tersebut memerlukan persetujuan akhir dari Knesset, atau parlemen Israel.
Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB pada Rabu (9/10) bahwa para pejabat senior Israel bertekad untuk menghancurkan badan tersebut.
Dia mendesak badan PBB yang paling berkuasa untuk melindungi UNRWA “dari upaya untuk mengakhiri mandatnya secara sewenang-wenang dan prematur tanpa adanya solusi politik yang telah lama dijanjikan,” dan mengatakan bahwa undang-undang tersebut melanggar kewajiban Israel berdasarkan piagam PBB dan hukum internasional.
BACA JUGA: Media Pemerintah Suriah: Israel Menyerang Provinsi Homs dan HamaLazzarini menekankan bahwa secara operasional seluruh respons kemanusiaan di Gaza bergantung pada infrastruktur UNRWA – dan “mungkin akan hancur” jika undang-undang tersebut diadopsi.
Dia juga memperingatkan bahwa penghentian koordinasi dengan Israel akan semakin mengganggu penyediaan tempat tinggal, makanan dan layanan kesehatan bagi warga Palestina menjelang musim dingin, lebih dari 650.000 anak akan kehilangan harapan untuk melanjutkan pendidikan mereka “dan seluruh generasi akan dikorbankan.”
Para pejabat Palestina mengatakan pemboman Israel terhadap Gaza tengah dan utara telah menewaskan puluhan orang dan membuat ribuan orang terjebak di rumah-rumah mereka. Sementara itu, jumlah korban tewas dalam perang selama setahun di Gaza telah melampaui 42.000 orang.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan pihaknya menemukan 40 jenazah dari Jabaliya dari Minggu (6/10) hingga Selasa (8/10), dan 14 lainnya dari komunitas yang jauh di utara. Pihak kementerian mengatakan bahwa jumlah korban jiwa mungkin lebih tinggi karena masih banyak jenazah yang terkubur di bawah reruntuhan dan di daerah yang tidak dapat diakses.
Juru bicara militer Israel mengatakan bahwa pasukan Israel beroperasi di Jabaliya untuk mencegah Hamas menghimpun kembali kekuatan dan telah membunuh sekitar 100 militan. [ab/ps]