Emisi dari gas-gas yang menyebabkan pemanasan planet ini akan memecahkan rekor tertinggi tahun ini menurut sebuah laporan yang baru-baru ini dirilis.
Angka-angka yang dipresentasikan adalah indikasi terakhir sejauh mana lingkungan global mampu untuk mencapai tujuan yang disepakati di Paris 2015 untuk menghindari dampak-dampak terburuk dari pemanasan global.
Laporan tersebut dirilis berbarengan dengan pertemuan para perunding PBB di Polandia untuk putaran pembicaraan terakhir untuk menanggulangi perubahan iklim.
Tingkat emisi diproyeksikan akan meningkat 2,7 persen tahun ini, menurut tiga buah studi yang dirilis hari Rabu dari Global Carbon Project, sebuah kolaborasi ilmiah internasional yang terdiri dari para akademisi, pemerintah, dan industri yang melacak emisi gas-gas rumah kaca. Peningkatan ini melanjutkan peningkatan sebesar 1,6 persen tahun lalu. Namun demikian, emisi tergolong stabil pada kurun waktu tiga tahun sebelumnya.
“Kemungkinan, tahun ini termasuk tidak biasa,” ujar penulis laporan utama, Corinne Le Quere dari the University of East Anglia. Namun kemungkinan juga tidak, tambahnya. “Kami pikir tingkat emisi kemungkinan akan tetap mengalami peningkatan selama beberapa tahun kecuali ada perubahan drastis.”
“Saya tidak terlalu terkejut,” ujar Alex Trembath dari pusat penelitian Breakthrough Institute, yang tidak ikut serta dalam penelitian ini. “Ekonomi dunia senantiasa tumbuh, dan cara paling murah, dan paling mungkin untuk meningkatkan skala produksi untuk memenuhi pertumbuhan itu masih diperoleh lewat teknologi bahan bakar fosil.”
Tingkat emisi yang diproyeksikan dari China, sumber gas kaca terbesar di dunia, ada peningkatan sebesar 4,7 persen tahun ini. Le Quere mengatakan upaya pemerintah untuk mendorong konstruksi dan menstimulasi ekonomi meningkatkan permintaan akan industri baja, aluminum, dan semen yang memancarkan emisi secara intensif.
Di Amerika Serikat, energi batubara digantikan oleh energi gas alam yang lebih bersih. Namun musim dingin dengan suhu dingin dan musim panas yang terik keduanya meningkatkan permintaan akan pasokan energi, yang berkontribusi pada sekitar 2,5 persen peningkatan emisi.
Meningkatnya penggunaan BBM untuk transportasi juga merupakan salah satu faktor, saat konsumen di Amerika kembali membeli mobil-mobil berukuran besar.
Tingkat emisi mengalami penurunan sebesar 0.7 persen di 28 negara anggota Uni Eropa, meskipun emisi dari bahan bakar minyak mengalami peningkatan.
Sktor transportasi adalah “sumber masalah terbesar, menurut saya, diseluruh dunia,” imbuh Le Quere. “Kami belum menimbulkan dapak pada emisi yang ditimbulkan oleh sarana transportasi, meskipun sebenaranya teknologi untuk mobil-mobil listrik sudah tercipta.”
Kabar baiknya adalah energi terbarukan tumbuh pesat. Kemajuan ini diperkirakan akan menekan kurva emisi, meskipun raksasa Asia lainnya, India, tengah mengalami pertumbuhan.
“Kita tidak akan menyaksikan apa yang kita saksikan di China di awal tahun 2000-an” saat negara itu melampaui dan tumbuh dua kali lipat dari segi emisi dari negara penghasil emisi terbesar sebelumnya, Amerika Serikat, ujarnya.
Trembath mewanti-wanti, Afrika masih menjadi sebuah pertanyaan. “Kami menyaksikan angka-angka pertumbuhan mirip China dan India, pertumbuhan PDB tahunan yang berkisar antara 5 hingga 10 persen, yang diperlihatkan oleh negara-negara Afrika di kawasan sub-Sahara,” ujarnya. “Pertumbuhan ini dapat bermakna konsumsi minyak yang jauh lebih besar, dan juga konsumsi gas alam yang jauh lebih besar.”
Kabar ini tidak seluruhnya buruk di banyak tingkatan, tambahnya. “Ini adalah negara-negara yang sangat miskin yang hanya mencoba untuk mencapai tingkat standar kehidupan yang sama dengan apa yang kita nikmati di Amerika Serikat.” [ww/ft]