Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Anti Proyek Strategi Nasional (PSN) menolak penggusuran warga Rempang terkait Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City. Walhi, YLBHI, dan sejumlah organisasi mahasiswa yang tergabung dalam koalisi itu, hari Selasa (19/9) menggelar aksi unjukrasa di depan Kedutaan Besar China di Jakarta.
Perwakilan peserta aksi, Zuhdi menolak investasi yang merugikan masyarakat setempat. "Kami dari Ikatan Pelajar Mahasiswa Rokan Hilir Jakarta mengutuk tindakan yang dilakukan dan menolak atas pengelolaan, serta investasi di Pulau Rempang yang menyusahkan masyarakat setempat," Zuhdi berorasi di depan Kedubes China di Jakarta, Selasa (19/9).
Zuhdi juga mengkritik kekerasan yang dilakukan aparat keamanan dalam peristiwa kekerasan di Rempang pada 7 September lalu. Karena itu, massa aksi menuntut pemerintah agar menindak tegas aparat keamanan yang melakukan kekerasan terhadap warga.
Mengapa Demo di Kedubes China?
Peserta unjukrasa memilih berdemonstrasi di depan Kedutaan Besar China di Jakarta karena menilai berbagai aksi kekerasan di Rempang terjadi setelah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) investasi antara pemerintah dengan perusahaan kaca asal China pada 28 Juli 2023.
Selain itu, koalisi juga menuntut agar pemerintah melakukan investigasi terhadap seluruh perusahaan asing yang melakukan penanaman modal asing yang terkait dengan pelanggaran HAM di Indonesia. Massa aksi memberikan tuntutan kepada petugas keamanan Kedubes China dan melanjutkan aksi ke sekitar Monumen Nasional Jakarta.
Meninves: Rencana Investasi di Rempat Harus Tetap Jalan
Di sisi lain, Menteri Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, rencana investasi di Rempang harus tetap berjalan demi kepentingan rakyat. Menurutnya, investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
“Kita ini berkompetisi. FDI (Foreign Direct Investment/Penanaman Modal Asing) global terbesar itu sekarang ada di negara tetangga, bukan di negara kita. Ini kita ingin merebut investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan,” ujar Bahlil melalui keterangan tertulis yang diterima VOA, Senin (18/9).
Bahlil mengklaim pemerintah dan masyarakat akan merugi, baik dari segi pendapatan pemerintah maupun perekonomian masyarakat, jika potensi investasi tersebut tidak berhasil direalisasikan.
“Ini investasinya total Rp300 triliun lebih, tahap pertama itu Rp175 triliun. Kalau ini lepas, itu berarti potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk saudara-saudara kita di sini itu akan hilang,” tambahnya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi yang tergabung dalam Solidaritas Nasional untuk Rempang menyimpulkan bahwa terdapat dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa kekerasan di Rempang, 7 September 2023. Kesimpulan tersebut setelah mereka melakukan penelusuran lapangan secara langsung. Adapun bentuk pelanggaran HAM tersebut antara lain pemindahan penduduk secara paksa dan kekerasan terhadap masyarakat oleh aparat. [sm/em]