Banjir dan tanah longsor di Myanmar yang dipicu Topan Yagi dan musim hujan minggu lalu telah menewaskan sedikitnya 226 orang. Media pemerintah Myanmar, Selasa (17/9) melaporkan 77 orang lainnya masih belum diketahui keberadaannya. Angka-angka baru ini membuat jumlah korban tewas di Asia Tenggara akibat badai melewati 500 orang.
Lambatnya penghitungan jumlah korban, sebagian disebabkan oleh kesulitan komunikasi dengan daerah yang terdampak.
Myanmar telah dilanda perang saudara sejak tahun 2021 setelah militer merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi. Analis independen percaya bahwa militer yang berkuasa telah menguasai kurang dari setengah wilayah negara itu.
Topan Yagi sebelumnya melanda Vietnam, Thailand bagian utara dan Laos. Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN mengatakan hampir 300 orang di Vietnam, 42 orang di Thailand dan empat orang di Laos, menurut Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN. Sementara itu 21 orang dilaporkan tewas di Filipina, dan 26 lainnya hilang.
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB Senin lalu (16/9) memperkirakan sekitar 631.000 orang terdampak banjir di seluruh Myanmar. Badan PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) mengatakan hingga saat ini sudah ada 3,4 juta pengungsi di Myanmar, sebagian besar karena perang dan kerusuhan dalam beberapa tahun terakhir.
Hujan deras akibat topan dan monsun musiman telah memicu meluasnya banjir bandang di Myanmar, khususnya wilayah tengah Mandalay, Magway, Bago dan Delta Ayeyarwaddy; negara bagian timur Shan, Kayah, Kayin dan Mon; dan ibu kota negara, Naypyitaw.
Myanma Alinn melaporkan lebih dari 160.000 rumah rusak, dan membuat pihak berwenang membuka 438 kamp penampungan sementara bagi lebih dari 160.000 korban banjir. Pihak militer mengumumkan bahwa hampir 240.000 orang telah mengungsi.
Myanma Alinn juga melaporkan bahwa 117 kantor dan gedung pemerintah, 1.040 sekolah, 386 rumah ibadah, jalan, jembatan, gardu listrik dan menara telekomunikasi rusak akibat banjir yang merendam 56 kotapraja. [em/ab]