Sejumlah perempuan transgender di Italia duduk bersama dengan Paus Fransiskus untuk mengikuti jamuan makan siang.
Carla Segovia, salah satu di antaranya, mengaku sangat senang dapat hadir dalam acara tersebut.
Mereka bergabung dengan lebih dari 1.000 orang lainnya pada Hari Orang Miskin Sedunia yang diperingati oleh Gereja Katolik.
Jamuan itu merupakan sebuah undangan yang tampak hampir mustahil bagi komunitas LGBT hingga akhirnya gereja mengambil pendekatan baru yang dimulai pada saat terjadi krisis kesehatan global.
Paus yang berusia 86 tahun itu telah mencoba membuat Gereja bersikap lebih terbuka terhadap komunitas LGBT, tanpa mengubah ajarannya.
Pekan lalu, kantor doktrin Vatikan mengatakan, kaum transgender dapat menerima pembaptisan dan juga menjadi wali baptis.
BACA JUGA: Capres Taiwan Unggulan Ikut Pawai Pride LGBTQ Terbesar di Asia TimurMereka juga dapat menjadi saksi dalam pernikahan keagamaan.
Segovia mengatakan semua perubahan itu menguatkannya.
“Saya rasa fakta bahwa Paus Fransiskus saat ini mengizinkan kami melakukan pembaptisan melalui undang-undang ini, atau mungkin merawat anak sahabat kita, atau teman yang meminta kami menjadi ayah atau ibu baptis, adalah sesuatu yang menjadikan kami kaum transgender merasa lebih dimanusiakan,” ujarnya.
Meskipun pendukung hak-hak LGBT di gereja menyambut baik perubahan itu, kaum konservatif justru mengecamnya.
Mereka menuduh Paus Fransiskus mengirimkan sinyal-sinyal yang membingungkan tentang moralitas seksual kepada umat beriman.
Para transpuan itu tinggal di kota pantai kumuh sekitar 32 kilometer di selatan Vatikan.
Selama pandemi, ketika banyak orang kekurangan penghasilan, paroki setempat menghubungi kardinal yang mengelola badan amal Paus.
Selain berupa uang, kardinal juga memberikan bantuan berupa makanan dan vaksinasi.
Claudia Victoria Salas berasal dari Argentina dan adalah seorang mantan pekerja seks.
“Kami datang ke gereja Pastor Andrea untuk meminta bantuan. Sejak saat itu, Pastor Andrea selalu membantu kami, dia membukakan pintu, membawakan kami makanan, dari situlah persahabatan kami lahir.”
Yang ia maksud adalah pastor paroki itu: Pastor Andrea Conocchia, yang kerap ia panggil ‘Santo Andrea.’
Ia mengatakan, para transpuan itu sudah selayaknya “putri-putri tercinta” baginya.
BACA JUGA: Nigeria Tangkap Massal Orang-orang LGBTQ+Bantuan paroki semasa pandemi itu pada akhirnya berbuah undangan jamuan makan siang hari pada hari Minggu (19/11) lalu.
Conocchia juga hadir dalam acara tersebut. Ia tiba di lokasi dengan menumpangi bus bersama para transgender dan puluhan warga kurang mampu dari parokinya.
Di antara seluruh hadirin, Salas mendapat kesempatan duduk berhadapan dengan Paus.
Ia mengaku sangat bersyukur dan puas.
“Bagi saya jawabannya agak sulit, karena saya pikir kami sudah memiliki segalanya. Kami tidak bisa meminta lebih dari ini, karena berkat Paus Fransiskus kami memiliki segalanya, kami tidak boleh egois. Kami harus bersabar. Saya berusia 55 tahun, saya telah menunggu sepanjang hidup saya. Dan sekarang saya memiliki semua yang saya butuhkan,” pungkasnya. [rd/rs]