PM Turki Binali Yildirim mengatakan, Rabu (25/1), pembicaraan perdamaian Suriah pekan ini di Kazakhstan merupakan kesuksesan diplomasi serius.
Turki, Rusia dan Iran yang menengahi pertemuan dua hari di Astana antara pemerintah Suriah dan para delegasi pemberontak, sepakat bahwa mereka akan memonitor gencatan senjata sebagain di Suriah, dan mendukung usaha-usaha untuk mencari solusi politik bagi konflik di negara itu.
Yildirim mengatakan, solusi harus melibatkan pemerintah Suriah baru yang mewakili semua faksi.
Salah satu yang mencolok dalam pembicaraan-pembicaraan perdamaian sebelumnya adalah peran yang akan dimainkan Presiden Bashar al-Assad dalam pemerintah baru. Para pemberontak menginginkan ia melepaskan kekuasaannya, namun para pendukungnya, termasuk Rusia, ingin ia tetap dipertahankan.
Sebuah pernyataan pada penutupan pembicaraan di Astana menyebutkan pihak-pihak yang bertikai di Suriah akan bertemu kembali bulan depan di Jenewa. Para anggota kelompok-kelompok oposisi Suriah pada pembicaraan itu mengungkapkan keraguan mengenai mekanisme trilateral dalam memastikan kepatuhan pada kesepakatan gencatan senjata.
"Kami selalu meragukan negara-negara itu,” kata Issam Alrayyes, juru bicara Front Selatan Tentara Pembebasan Suriah. “Maksud saya, terutama Iran. Juga Rusia. Tapi saya berharap, kali ini Rusia mengambil peran berbeda.”
Pemimpin delegasi oposisi Suriah Muhammad Alloush menyerahkan sebuah proposal gencatan senjata menyeluruh kepada Rusia dan mengatakan ia mengharapkan akan mendapat jawaban dalam waktu sepekan. [ab/as]