Tahun 2018 menciptakan perubahan dalam politik AS. Partai Demokrat, partai oposisi pemerintah, merebut kembali kontrol di DPR dalam pemilu sela November lalu yang diperkirakan akan memberi pengaruh berarti pada dua tahun berikutnya masa kepresidenan Donald Trump.
"Berkat Anda, esok menjadi hari baru bagi Amerika," begitu ujar Nancy Pelosi, pemimpin minoritas Partai Demokrat, merayakan hasil pemilu sela yang mengembalikan DPR dalam kontrol partainya.
Demokrat meraih kemenangan berkat munculnya para pemilih perempuan dan progresif yang menentang kepemimpinan Presiden Donald Trump di TPS-TPS untuk memberikan suara mereka. Mereka memilih kandidat-kandidat seperti Ayanna Presslet dari Partai Demokrat di Massachusetts.
Dalam pidato kemenangannya, Pressley mengatakan, "Kita telah mengukuhkan bahwa sementara ini bisa menjadi masa paling gelap dalam sejarah kita, kita tidak membiarkan ini terjadi. Kita dibentuk oleh harapan, bukan oleh rasa takut.”
Presiden Trump kini menghadapi prospek agenda legislatifnya akan terjegal dan sejunlah penyelidikan yang dilancarkan fraksi Demokrat di DPR.
Namun Trump tidak mengkhawatirkan itu.
“Mereka tidak punya apa-apa. Anda tahu mengapa? Karena memang tidak ada apa-apa. Mereka bisa saja menjalankan permainan itu, namun kita bisa memainkannya dengan lebih baik.”
Menurut analis politik John Fortier dari Bipartisan Policy Center, pertikaian antara Trump dan para pemimpin Partai Demokrat terkait pendanaan tembok perbatasan 11 Desember lalu merupakan gambaran awal bagaimana bentrokan sesuai garis partai akan terjadi pada dua tahun mendatang.
"Partai Demokrat tentunya akan memanfaatkan mayoritasnya untuk menyoroti sejumlah ketidaksepahamannya dengan Donald Trump dan untuk menyelidiki pemerintahan Trump. Dan kemudian tahun mendatang ini kita bersiap menghadapi pemilu presiden 2020,” ujarnya.
Tanpa Partai Republik yang sepenuhnya mengontrol Kongres, menurut analis Jim Kessler dari lembaga think-tank Third Way, Trump kemungkinan akan membuat kesepakatan dengan para tokoh Partai Demokrat,
"Hingga saat ini, selama dua tahun pertama masa jabatannya, kita belum melihat apakah Donald Trump benar-benar memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan Partai Demokrat dalam mencapai kesepakatan. Kini Kongres sudah tidak sepenuhnya dikontrol Partai Republik, dan kita akan melihat bagaimana Trump akan bertindak.”
Trump juga harus berurusan dengan penyelidikan terkait campur tangan Rusia, yang kemungkinan akan berakhir dalam beberapa bulan lagi.
Analis politik Tom DeFrank dari National Journal mengatakan, "Tahun depan akan menjadi momen penting bagi Presiden Trump. Maksud saya, ia akan harus menghadapi segala yang dikatakan Robert Mueller mengenai dirinya dan apa yang dituduhkannya. Saya kira tahun depan akan menjadi tahun yang sulit bagi Trump.”
Trump akan semakin terfokus pada pemilu presiden mendatang, dan begitupun sejumlah tokoh Partai Demokratyang berharap bisa mengalahkannya.
Guian McKee, pakar politik dari University of Virginia mengatakan, "Anda tahu, saya kira kenyataannya adalah kampanye tahun 2020 telah dimulai. Mungkin ini patut disayangkan, tapi ini akan menentukan bagaimana situasi ke depannya.”
Banyak pakar memperkirakan, apa yang terjadi pada tahun 2019 akan menentukan apakah Donald Trump akan menjadi presiden untuk satu atau dua masa jabatan. [ab]